Jakarta, TAMBANG – Pemerintah resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukkan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batu bara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini,” ujar Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana dalam keterangannya, dikutip Senin (26/9).
Menurut Dadan, dengan adanya aturan anyar ini, pemerintah akan mempercepat pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan. Dia juga memastikan bahwa PLTU yang sedang berjalan tidak akan terganggu.
“Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang,” ungkap Dadan.
“Berdasarkan Perpres 112 tahun 2022 bahwa pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan,” ujarnya.
Kata dia, pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Perpres ini atau bagi PLTU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.
3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.
Penghentian dan pembangunan PLTU secara selektif merupakan salah satu program untuk memenuhi komitmen penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% di ahun 2030, atau bisa lebih tinggi dengan kerja sama dengan pihak internasional, serta mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.
Terkait penentuan tarif yang ditentukan dalam Perpres berdasar pada nilai keekonomian. Prinsip yang berjalan sekarang, yaitu patokan BPP yang berlaku di wilayah tersebut.
Dadan mengungkapkan, Pemerintah berusaha mengkombinasikan seluruh sumber EBT supaya bisa dimanfaatkan di tanah air agar EBT menjadi sumber energi utama khususnya pembangkit listrik di dalam negeri.
Menurutnya, Perpres 112 tahun 2022 memang disusun dengan pendekatan nilai keekonomian per jenis pembangkit. Penentuan tarifnya dilakukan dengan memperhatikan masukan dari para stakeholder.