Empat asosiasi profesi yang terdiri atas Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia (ISOI) hari ini (10/06) melayangkan Nota Keprihatinan atas 9 Dash Line Tiongkok.
Nota keprihatinan yang ditandatangani ini sebagai bentuk dukungan dan konsistensi dengan sikap pemerintah yang mempertanyakan klaim tiongkok atas Natuna. Ada tiga sikap dan keprihatinan yang menjadi empat asosiasi profesi itu.
“Pertama, kami mendukung sikap pemerintah yang mempertanyakan klaim Tiongkok atas 9 dash line. Kedua, kami sangat keberatan atas munculnya beberapa peta terkait wilayah kedaulatan NKRI yang digunakan sebagai materi paparan oleh beberapa pihak, termasuk oleh badan-badan pemerintahan yang di dalamnya masih memuat 9 dash line karena hal itu bertentangan dengan sikap pemerintah yang mempertanyakan klaim Tiongkok tersebut. Dan Ketiga, kami menghimbau agar seluruh peta yang digunakan dalam semua forum terbuka, formal dan ilmiah untuk tidak memuat 9 dash line tersebut,” ujar Ketua Umum IAGI Sukmandaru Prihatmoko dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (10/6/2016).
Sukmandaru menambahkan, Natuna Timur memiliki potensi hidrokarbon yang cukup besar. Serta terbukti memiliki potensi geowisata dengan keindahan pantai yang menarik. Namun untuk mengembangkan Natuna Timur Pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh. Karena ada beberapa tantangan dan hambatan yang harus dihadapi disana, seperti komposisi hidrokarbon yang beragam yang memerlukan penanganan khusus.
“Dan tantangan yang paling utama adalah pengakuan sepihak 9 dash line yang dilakukan pemerintah Tiongkok,” tegasnya.
Untuk diketahui, 9 dash line adalah garis yang dibuat oleh Pemerintah Tiongkok di Laut China Selatan sebagai wilayah tradisional fishing ground mereka. Garis-garis tersebut meliputi wilayah Philipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri sudah menolak klaim sepihak Tiongkok tersebut.
Wilayah Indonesia yang masuk dalam 9 dash line tersebut adalah Kepulauan Natuna khususnya Natuna Timur. Hal utama yang menjadi dasar penolakan pemerintah Indonesia adalah karena adanya potensi cadangan gas bumi sebesar 222 Tcf dan gas yang bisa diproduksi sebesar 45 Tcf dengan lapangan utamanya di Natuna D Alpha.
“Untuk itu nota keprihatinan ini kami buat sebagai bentuk sikap dan partisipasi kami dalam menjaga martabat Negara dan bangsa Indonesia”pungkasnya.