Jakarta, TAMBANG – Pemerintah memberi keringanan untuk perusahaan batu bara yang gagal memenuhi kewajiban pasok dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
Bagi perusahaan yang mencatatkan DMO nol persen, usulan produksinya dalam Rencana Kerja Dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2019 ini, tidak lantas ditolak mentah-mentah.
“(Produksi tahun ini) tidak lantas nol, tapi tidak juga (disetujui) sesuai dengan RKAB (yang diajukan),” ungkap Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono saat menghadiri agenda rapat di kompleks DPR RI, Senin (11/3).
Sebelumnya, merujuk Surat Edaran Menteri ESDM Nomor 2841/30/MEM.B/2018, perusahaan yang berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara tahap operasi produksi, yang tidak memenuhi kewajiban DMO sebesar 25 persen dari jumlah produksi pada 2018, akan dikenai sanksi pemotongan rencana produksi. Hitungannya, volume produksi pada 2019 berjumlah empat kali lipat dari total realisasi DMO 2018.
Menurut Bambang Gatot, aturan itu akan ditinjau penerapannya dengan melihat beberapa pertimbangan, diantaranya soal target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menjaga iklim investasi khususnya perusahaan yang sudah menggelontorkan dana besar, ketergantungan Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sub sektor minerba, serta pengurangan tenaga kerja lokal dan dana pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, keringanan sanksi diberikan lantaran Pemerintah sudah berhasil mengamankan pasokan batu bara untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sedari awal, kewajiban DMO memang ditujukan untuk menjaga pasokan bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN.
Sepanjang 2018, realisasi pasokan batu bara dalam negeri mencapai 115 juta ton, di mana porsi 91 juta ton dialokasikan untuk PLN. Jumlah tersebut berada di bawah ketentuan DMO yang dicanangkan sebesar 121 juta ton, dari total target awal produksi batu bara nasional sebesar 485 juta ton.
“Jadi DMO ini secara kuantitas terpenuhi meskipun secara perusahaan tidak memenuhi semua. Kita tahu PLN butuhnya 91 juta ton. Realisasi 2018 DMO 115 juta ton. Memang dibuat begitu supaya ketersediannya banyak, memenuhi kebutuhan dalam negeri,” beber Bambang.
Sayangnya, Bambang belum memberi rincian mengenai berapa presentase keringanan potongan volume produksi bagi perusahaan yang gagal memenuhi DMO itu. Yang jelas, pemerintah hanya mengurangi sedikit volume produksi dari pengajuan dalam RKAB.
“Persetujuan tingkat produksi 2019 lebih kecil dari usulan (yang diajukan) perusahaan,” pungkas Bambang.