Jakarta, TAMBANG – Sekretaris Dirjen Migas Kementerian ESDM, Susyanto mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan soal dana pemulihan tambang (Abandonment and Site Restoration/ASR) di blok East Kalimantan dan Attaka, yang dioperatori oleh Chevron Indonesia.
“Memang Attaka dan East Kalimantan belum ada (keputusan ASR) kelihatannya,” kata Susyanto di kantornya, Kamis (1/3).
Hal ini berbeda dengan British Petroleum (BP), sambung Susyanto, perusahaan asal Inggris itu secara sukarela mengeluarkan dana ASR untuk merestorasi lingkungan di blok yang digarapnya.
“Kewajiban ASR itu kan ada di PP (Peraturan Pemerintah) 35/2004, jadi kontraktor lama sebelum itu tidak punya tanggung jawab ASR,” tegas Susyanto.
Meski demikian, saat PP tersebut disosialisasikan, pihaknya sudah mengundang seluruh kontraktor lama. Sebagian dari mereka setuju untuk menyesuaikan kewajiban dengan iuran ASR, termasuk BP. Sementara salah satu perusahaan yang tak mau bayar ASR yaitu Chevron. Menurut Chevron, dalam perjanjian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebelum terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, tidak menyebut ASR. Sehingga pihaknya tak berkewajiban iuran ASR.
Susyanto tak khawatir soal itu, sebab dalam KKKS sudah ada aturan semacam dana restorasi dalam cost recovery. Selain itu, Chevron juga siap melanjutkan kontraknya, sehingga nantinya ada kewajiban ASR saat penandatanganan kontrak baru.
“Kontraknya (Chevron untuk Attaka) habis 2021. Mereka sudah bilang siap akan perpanjang, jadi tak perlu khawatir,” paparnya.
Namun, apabila nantinya Chevron tak memperpanjang kontrak, maka kewajiban ASR dibebankan pada penerima kontrak berikutnya.
Untuk Blok East Kalimantan, Chevron habis kontrak tahun ini, 2018. Kabarnya, Pertamina akan melanjutkannya dengan syarat tidak dibebani dana ASR. Kata Pertamina, perhitungannya jadi tidak ekonomis apabila tanggung jawab restorasi dibebankan kepadanya.