Jakarta, TAMBANG – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan mengungkapkan, potensi dari Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia masih sangat besar, namun belum digarap optimal.
Misalnya panas bumi, dari total potensi yang tersedia 17,5 gigawatt, pemanfaatan masih 1,95 gigawatt. Kemudian mikro hidro memiliki potensi sebesar 94,3 gigawatt pemanfaatan 0,03 gigawatt, bio energi potensi 32,6 gigawatt dan pemanfaatan bio massa hanya 1,859 gigawatt.
“Saat ini yang kita manfaatkan masih rendah, kepada kalian generasi muda, ayo ini masalah sekaligus potensi, identifikasi masalahnya, setelah diidentifikasi masalahnya, baru tentukan siapa dan berbuat apa. Di era kalian lah nantinya yang akan menikmatinya,” jelasnya.
Pemerintah, lanjut Menko Luhut, juga memiliki program biodiesel untuk meningkatkan pemenuhan EBT non listrik. Dimulai dari program bauran energi sejak tahun 2006 yaitu B7,5, B20 di tahun 2018 dan B50 ditargetkan akan dimulai di 2020.
“Setelah B20, nanti per 1 Desember kita akan buat B30, tahun depan kita akan buat B40, lanjut B50, kemudian B100. Setelah itu jalan semua, akan terjadi ekulibrium jumlah produksi palm oil kita dengan penggunaan dalam negeri hampir sama jumlahnya. Dampaknya 17,5 juta petani sawit kita akan menikmati harga sawit yang bagus, itu membuat angka kemiskinan kita akan menurun,” tambah Luhut.
Selanjutnya, ia menyatakan Indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen. Kedua hal tersebut menurutnya, terus dikerjakan oleh Pemerintah secara bersungguh-sungguh, di antaranya dengan program replanting, rehabilitasi mangrove dan lahan gambut.
Luhut menjelaskan, Indonesia memiliki lahan gambut 7,5 juta hektar yang dalam kondisi baik. Bahkan dulu saat ia menjadi koordinator penanganan kebakaran hutan, lahan gambut ada yang dalamnya sampai 15-20 meter. Lahan gambut ini menurutnya tidak ada di negara manapun, bahkan di Skandinavia sekalipun.
Kemudian Indonesia juga memiliki 3,1 juta hektar mangrove namun setengahnya sudah rusak. Oleh karena itu sekarang diadakan replanting . Selain itu juga dilakukan dan rehabilitasi terumbu karang.
“Dan kita sudah berkontribusi carbon credit kira-kira 75-80 persen, dan itu cukup besar. Yang paling penting kita jangan hanya bicara, tapi apa aksi kita,” tutup Luhut.
Untuk diketahui, berdasarkan temuan Brown to Green Report 2019 yang diterbitkan oleh Climate Transparency, sebuah kemitraan global beranggotakan lembaga think tank dan lembaga nonpemerintah dari negara-negara anggota G20, emisi CO2 terkait energi di negara-negara anggota G20 melonjak 1,8 persen pada 2018 karena meningkatnya permintaan energi. Dan, emisi transportasi meningkat 1,2 persen pada tahun 2018.