Papua, TAMBANG – Bagi masyarakat Pulau Gag, cukup mudah menjumpai penyu. Pulau yang berada di kawasan perairan Raja Ampat, Papua Barat ini, dikenal sebagai tempat singgah penyu untuk bertelur. Kurangnya edukasi tentang penyu, membuat warga setempat kurang memperhatikan kelestarian penyu. Padahal, penyu merupakan hewan purba yang dilindungi habitatnya.
Melihat fenomena itu, PT Gag Nikel terdorong untuk menuntun mereka, belajar mengenal lebih dekat tentang arti penyu bagi kehidupan generasi mendatang.
Adapun PT Gag Nikel, adalah anak usaha BUMN PT Aneka Tambang yang beroperasi di Pulau Gag. Sejak tahun lalu, PT Gag Nikel mulai masuk tahap operasi produksi.
Awal mula cerita, dimulai dari Presiden Direktur PT Gag Nikel, Risono, yang kebetulan diberi tahu oleh seorang warga tentang keberadaan sarang telur penyu di Pulau Gag. Risono dituntun menuju Pantai Tuturuga. Nama warga yang mengajak Risono melongok telur-telur di balik timbunan pasir putih itu, Hasan Sangaji.
Risono terperangah, saat melihat Sangaji mengetahui jumlah telur, padahal ada di dalam timbunan pasir. “Ada 80 butir, kok bapak tahu ?” tanya Risono.
“Saya gali dan saya hitung pak, dan saya taruh lagi 15 buah, sisanya dibawa ke rumah, istri saya suka telur penyu pak,” Jawab Sangaji polos.
Rupanya, Sangaji dan warga Pulau Gag lainnya, sudah terbiasa mengonsumsi penyu, mulai dari telur hingga dagingnya. Jauh dari kehidupan kota, dan terbiasa hidup di tengah laut, membuat warga Pulau Gag memakan apa yang hidup di laut, termasuk penyu.
“Saya menangkap bahwa pak Sangaji ini melakukannya karena ketidaktahuanya akan perlindungan penyu, saya merasa bertanggungjawab untuk mengedukasi, perlu diajak mencintai kekayaan alamnya. Saya berjanji suatu saat akan membawa mereka ke tempat budidaya penyu,” tegas Risono.
Berselang lima bulan kemudian, tepatnya pada Agustus 2018, Risono memboyong kelompok warga Pulau Gag, berkunjung ke kawasan penangkaran penyu, di Bali. Mereka diajarkan cara menjaga telur penyu hingga menetas, dan melatihnya sampai dapat bertahan hidup di alam liar.
“Di situlah pak Sangaji banyak mendapat ilmu dan praktik langsung tentang penangkaran penyu,” papar Risono.
Sepulang dari Bali, Hasan Sangaji berkomitmen untuk merubah kebiasan mengonsumsi penyu. Kemudian, pada Sabtu (23/3), di saat Hasan Sangaji sudah berhasil mengimplementasikan ilmunya, ia mengundang Risono untuk bersama-sama melepaskan penyu yang sudah dilakukan penangkaran.
Sebanyak 70 penyu jenis sisik, siap dilepas ke alam liar. Penyu-penyu itu berusia kisaran 3-7 bulan. Cangkangnya sudah cukup kuat untuk bergerilya di perairan Raja Ampat.
Sesaat sebelum melepas penyu, Hasan Sangaji sempat terdiam. Matanya berkaca-kaca. Ia menangis, tak tega melepas penyu yang berbulan-bulan ia pelihara dan besarkan. “Serasa melepas anak sendiri. Tapi saya harus merelekan mereka. Saya lepaskan mereka bukan untuk masa depan saya, tapi untuk menebus dosa saya selama ini,” tutur Hasan.
Sementara itu, bagi Risono, momentum tersebut selain membuatnya bangga karena upaya mengedukasi masyarakat telah bersambut, juga membuatnya optimis, suatu saat Pulau Gag akan menjadi destinasi wisata unggulan di Raja Ampat. Keindahan terumbu karang yang tersebar di perairan Raja Ampat, akan semakin memikat berkat adanya tambahan wisata penyu.
“Usia tambang akan ada masa habisnya, sedangkan masyarakat Pulau Gag akan tetap ada seterusnya. Pemanfaatan tambang tidak selamanya dapat menopang ekonomi masyarakat Pulau Gag. Sehingga perlu dicanangkan program pengembangan potensi ekonomi yang berkelanjutan, salah satunya potensi hayati seperti ini,” ucap Risono.
PT Gag Nikel ingin menjadi perusahaan percontohan, di mana penambangan berdampingan dengan pariwisata. Selain dapat dimanfaatkan sumber daya alamnya, Pulau Gag juga punya masa depan pariwisata.