Jakarta-TAMBANG- Kegiatan pengeboran minyak secara ilegal atau illegal drilling yang dilakukan masyarakat tidak saja melanggar ketentuan hukum dan merusak lingkungan, tetapi juga berdampak langsung kepada para operator, pekerja, dan masyarakat sekitar. Mereka yang terpapar langsung minyak mentah tanpa alat pelindung diri, berpotensi besar terkena beberapa bahan berbahaya minyak mentah.
“Bahaya minyak mentah terhadap kesehatan masyarakat juga menjadi salah satu perhatian utama kami, mengapa kami berupaya menghentikan kegiatan penambangan minyak ilegal,” ujar Manajer Humas PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) Muhammad Baron dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (28/8).
Baron mengatakan, dalam minyak mentah setidaknya terdapat empat bahan berbahaya yang berdampak langsung terhadap kesehatan. Keempat bahan berbahaya tersebut adalah benzene (C6H6), toluene (C7H8), cylene (C8H10) serta sejumlah logam berat seperti tembaga (cu), arsen (ar), merkuri (hg), dan timbal (pb). Bahan-bahan berbahaya dari minyak mentah tersebut akan berdampak pada kesehatan pernafasan, pencernaan, dan kulit atau mata. Mereka yang terkena benzene misalnya, akan mengalami pusing atau sakit kepala, mual pingsan, iritasi kulit, dan mata bahkan menyebabkan kanker darah.
Sementara yang terpapar toluene, menurut Baron, akan merasakan hal yang sama dan jika sampai pada tahap kronis akan mengalami gangguan syaraf pusat. Hal yang sama juga kalau terkena dampak bahan berbahaya cylene.
Untuk yang terpapar arsen, dapat merusak ginjal dan kanker. Sedangkan merkuri akan menyerang tremor atau kerusakan syaraf. Untuk yang terpapar timbal dan tembaga akan mengalami gangguan kerusakan otak, kerusakan liver, dan ginjal.
“Sebagian tanaman pangan yang tumbuh di area tercemar minyak, juga dapat menyerap logam berat. Jika tanaman tersebut dikonsumsi manusia, logam beratnya berpindah kepada tubuh manusia dan memberikan dampak kesehatan. Meskipun logam berat dalam minyak mentah jenis dan konsentrasinya tegantung struktur batuan tempat minyak berasal,” jelas Baron.
Handarawan Nadesul, dokter sekaligus pengamat kesehatan masyarakat, membenarkan bahwa benzene sangat buruk dampaknya bagi kesehatan. “Benzene menyebabkan carcinogenic atau pencetus kanker,” katanya.
Menurut Baron, karena dampak minyak mentah bagi kesahatan yang demikian besar, dalam standar kegiatan pengusahaan minyak yang benar, semua pekerja migas harus memperhatikan dan mengenakan alat keselamatan diri. Aspek Kesehanatan dan lingkungan (Health, Safety and Enviroment/HSE), merupakan prioritas utama.
“Kalau standar perusahaan minyak yang mengikuti kaidah yang benar, HSE itu harga mati. Bahkan ada ungkapan HSE dulu, produksi mengikuti,” tambahnya lagi.
Kondisi tersebut berbeda dengan kegiatan ilegal drilling yang terjadi wilayah kerja PT Pertamina EP asset I Field Ramba, baik di wilayah Keluang ataupun Mangunjaya, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan maupun wilayah lainnya. Para penambang ilegal sama sekali tidak memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
“Para operator atau penambang ilegal, tidak memakai helm, kacamata masker ataupun sepatu safety. Yang ada malah hanya mengenakan sandal jepit bahkan ada yang sambil merokok dan memakan makanan di lokasi penambangan,” terangnya.
Dampak minyak mentah bagi kesehatan pekerja minyak inilah, tambah Baron, menjadi salah satu poin yang disampaikan oleh Pertamina EP terhadap masyarakat penambang ilegal yang selama ini melakukan kegiatan penyerobotan di wilayah kerja Pertamina EP Asset I Field Ramba. “Tentu saja, dampak lain berupa hilangnya pendapatan daerah dan negara dan dampak lingkungan akan menjadi bagian dari sosialisasi yang akan terus dilakukan,” ujarnya.
Ibrahim Hasyim, Komisioner BPH Migas, mengatakan pengeboran ilegal semestinya tidak boleh terjadi. Perlu ada penegakan hukum selain mencari solusi lain agar persoalan sosial-ekonomi masyarakat setempat tidak terganggu. “Mungkin perlu ada solusi dari Pertamina EP terkait kegiatan CSR-nya di wilayah tersebut,” ujarnya.
Baron mengatakan, dalam upaya mengurangi kegiatan penambangan minyal ilegal, Pertamina EP memberikan beberapa solusi sebagai bentuk tanggungjawab sosial bagi kelompok atau perorangan yang berhenti dari penmabangan sumur minyak Pertamina. Salah satunya, masyarakat penambang diberdayakan untuk pembersihan limbah B3. Estimasi sementara limbah B3 sebanyak 2.500 ton. Dengan pemberdayaan tersebut, masyarakat akan tetap mendapatkan penghasilan.
Beberapa program lain juga akan dilakukan sebagai alternatif perlaihan mata pencaharian masyarakat melalui kegiatan pengembangan masyarakat yang berorientasi pada peningkatan ekonomi berkelanjutan. Menurut Baron, Pertamina EP tengah bekerja sama dengan Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang dengan rangkaian kegiatan wawancara, focus group discussion (FGD), survei, observasi, dan penyimpulan program. (***)