Beranda Tambang Today Freeport Lampirkan Hak Kelola Rio Tinto Di RKAB Sejak 2006

Freeport Lampirkan Hak Kelola Rio Tinto Di RKAB Sejak 2006

Jakarta, TAMBANG – Perbincangan mengenai Participating Interest  (PI) atau hak kelola Rio Tinto, kembali mengemuka. Berdasarkan penelusuran tambang.co.id, PT Freeport Indonesia (PTFI) telah melampirkan adanya hak kelola Rio Tinto pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2006.

 

RKAB tersebut ditandatangani oleh Direktur Pengusahaan Mineral dan Batubara, Mahyudin Lubis. Dibuat pada tanggal 6 Januari 2006. Isinya menyebutkan :

 

“PTFI telah melakukan kerjasama dengan PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI) dalam kerangka join-venture guna melakukan ekspansi produksi. Dengan kerjasama ini, maka PTRTI akan mendapatkan bagian atas produksi yang dihasilkan di wilayah Kontrak Karya PTFI”  tertulis dalam RKAB yang disampaikan oleh sumber tambang.co.id, Jumat (8/2) malam.

 

Kemudian, pernyataan serupa ditemukan pula dalam berkas RKAB milik PTFI pada tahun 2007. Bahkan turut dilampirkan pula rincian inventori konsentrat di tahun sebelumnya, yang mencakup bagian PTFI dan Rio Tinto.

 

Inventori akhir di triwulan pertama mencapai 2.418 DMT, triwulan kedua 37.530 DMT, triwulan ketiga 4.472 DMT, dan triwulan keempat 40.000 DMT.

 

Untuk RKAB tahun 2007, tanda tangan persetujuan dibubuhkan oleh Direktur Pengusahaan Mineral Dan Batubara, MS Marpaung.

 

Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Simon Fellix Sembiring merilis buku”Satu Dekade Nasionalisme Pertambangan”. Dalam karya tulis itu, ia mengatakan, PTFI tidak pernah melampirkan laporan tentang hak kelola Rio Tinto.

 

Menurutnya, selama ia menjabat sebagai Dirjen, PTFI tidak pernah menyampaikan jatah partisipasi Rio Tinto, baik melalui laporan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau melalui RKAB, yang wajib disampaikan kepada pemerintah tiap tahunnya.

 

Atas dasar tersebut, Simon mendesak pemerintah saat ini, agar menimbang ulang valuasi atas divestasi saham PTFI yang menyertakan hak kelola Rio Tinto.

 

“Saya tak pernah menjadi orang yang anti terhadap divestasi. Tapi khusus Freeport, saya merasa ada keanehan di sini. Selama saya berkantor di Kementerian ESDM, tak secuilpun kabar adanya hak kelola Rio Tinto saya dengar,” ungkap Simon dalam bukunya.

 

Sebagai informasi, Simon Sembiring pernah menjabat sebagai Dirjen Minerba sejak tahun 2005 hingga 2008, yang kala itu nama instansinya Direktorat Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi, bernaung di bawah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

 

Hal senada disampaikan pula oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara. Organisasi tersebut diinisiasi oleh Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia ( CERI), Yusri Usman, Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute (KJI), Ahmad Redi, dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar.

 

Mereka melayangkan surat terbuka kepada Presiden. Surat tersebut menyatakan, bahwa hak kelola Rio Tinto adalah transaksi bodong.

 

“Adanya hak kelola Rio Tinto tidak pernah tercermin di dalam RKAB yang merupakan kewajiban rutin tahunan. Ternyata selama puluhan tahun, hak kelola Rio Tinto yang memang bodong tidak pernah tercermin dalam RKAB,” tulisnya dalam surat itu.

 

Untuk diketahui, divestasi 51,2 persen saham PTFI dilakukan oleh pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan mengeluarkan dana sebesar USD3,8 miliar. Rinciannya, sebesar USD3,5 miliar dibayarkan untuk hak kelola Rio Tinto. Sedangkan sisanya, USD385 juta digelontorkan untuk menebus saham PT Indocooper Investama.

 

Divestasi mencapai titik akhir negosiasi, ditandai dengan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PTFI, yang berlangsung pada akhir tahun 2018.