Beranda Batubara Walhi Duga Pemrov Sulteng Lalai Beri Izin Lingkungan PT.CPM

Walhi Duga Pemrov Sulteng Lalai Beri Izin Lingkungan PT.CPM

Palu, TAMBANG –Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menduga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng lalai menerbitkan izin lingkungan, kepada PT. Citra Palu Mineral (CPM) yang akan mengelola kawasan pertambangan emas di Wilayah Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu, Sulteng.

 

Manager Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulteng, Stevandi, mengatakan, ada beberapa persoalan mendasar yang lalai diperhatikan Pemprov Sulteng dalam pemberian izin lingkungan dengan nomor: 660/576/ILH/DPMPTSP/2017 .

 

Dalam penerbitannya, dinilai tidak memperhatikan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Men-LHK) Nomor: SK.2300/MenLHK.PKTL/IPSDH/PLA.1/5/2016, tentang penetapan peta indikatif penundaan pemberian izin baru pemanfaatan hutan,penggunaan kawasan hutan dan perubahan peruntukan kawasan hutan dan areal penggunaan lain (Revisi X).

 

“Kami menduga, ada indikasi Pelanggaran hukum dalam izin lingkungan tersebut. Penerbitan izin lingkungan lalai dan kurang memperhatikan azas kehati-hatian dalam penerbitan izin lingkungan PT. CPM, sehingga berimplikasi pada degradasi hutan dan lingkungan yang berdampak serius pada masyarakat Kota Palu,” tutur Steven, dalam keterangan resmi yang diterima tambang.co.id.

 

Terbitnya izin lingkungan, berbuah dengan lahirnya izin operasi produksi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 422.K/30.DJB/2017. Anak perusahaan Bumi Resources Tbk ini telah mengantongi Kontrak Karya (KK) Wilayah Poboya Blok I sejak tahun 1997 dan terakhir diperpanjang pada tahun 2106 ini.

 

Setelah mengantongi izin operasi produksi, Wilayah Pobaya dalam peta ekspoitasi PT. CPM berada dalam Blok I memiliki kandungan SDA cukup besar. Dalam Amdalnya dijelaskan bahwa perkiraan pengelolaannya dikisaran 650.000 biji ton/ tahun dan beroperasi hingga tahun 2050.

 

“Dengan ditebitkannya Izin operasi produksi, telah menstimuluskan jalan lebar bagi eksploitasi SDA secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang cukup lama,” jelasnya.

 

Padahal, dalam area eksploitasi, ada  wilayah hutan primer seluas 18.691,89 Ha yang sudah dijelaskan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng kepada manajemen PT. CPM. Surat dengan Nomor 522/26.62/Bidplan tersebut menjelaskan, berdasarkan hasil perhitungan tumpeng tindih peta indikatif penundaan izin baru dengan kontrak karya PT. CPM  Blok I Poboya terdapat area hutan primer.

 

Area tersebut terdiri dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) seluas 4.907,11 Ha, Hutan Lindung (HL) seluas -/+ 11.075,26 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas -/+ 2.495,11 Ha dan Area Penggunaan Lain (APL) seluas -/+ 215,50 Ha.

 

Hal tersebut yang membuat Walhi Sulteng menduga ada kelalaian Pemprov Sulteng dengan memberikan izin lingkungan, tanpa memperhatikan adanya area hutan primer di dalam kawasan eksploitasi PT. CPM.

 

Menurut Steven, manfaat hutan cukup besar bagi kelangsungan hidup manusia, misalnya saja sebagai penyimpan kebutuhan air, menyerap zat beracun di udara (Polusi), mencegah banjir dan longsor. Apalagi wilayah Poboya adalah penyedia air bersih buat kota palu.

 

“Sehingga kami menilai ada pelanggaran, penerbitan izin ini adalah cerminan dari pemerintahan yang hanya berpihak pada keberlangsungan modal, tanpa mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat,” pungkasnya.