Jakarta,TAMBANG, Sama seperti negara lain, Indonesia juga terus mendorong transisi energi menuju ke energi yang lebih bersih. Transisi energi yang dilakukan di Indonesia selain bertujuan memenuhi tuntutan masyarakat demi lingkungan lebih baik juga bertujuan untuk menjaga daya saing Indonesia di mata dunia. Dadan Kusdiana, Sekretaris Jendral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan tidak lama lagi era perdagangan global akan berubah dengan memasukkan syarat yang cukup detail terkait produk yang dihasilkan.
“Saya dengar, Eropa itu akan mulai menerapkan carbon border tax-nya dua tahun lagi. Kan tidak lama, 2026 itu tidak lama untuk sebuah industri memastikan bahwa nanti akan bisa masuk ke sana,” terang Dadan saat memberikan sambutan pada Energy and Mining Editor Society (E2S) Award 2023 dan diskusi bertema “Transisi Energi di Indonesia: Perspektif dan Peluang Bagi Pengelolaan Sektor ESDM yang Berkadilan” di Jakarta, Jumat (12/1).
Dadan mengatakan program transisi energi juga sejalan dan medukung program pemerintah yang lain. “Misalkan untuk hilirisasi yang persiden terus dorong. Perusahaan minerba mencoba untuk melalukan itu,” ungkap dia.
Mendorong hilirisasi di era ini sangat penting kaitannya dengan daya saing dari produk yang dihasilkan. Jika perusahaan di Indonesia tidak mampu menunjukkan produknya dihasilkan dengan cara-cara hijau (green), akan dikenalan pajak karbon yang tentu membuat harga produk semakin tinggi.
“Jadi ke depan produk akan ditanya proses energi seperti apa. Nanti ada batas maksimal sekian bisa dilewati tapi hasilkan pajak karbon sehingga barang tambah biayanya, harganya tambah. Misalkan ada barang sama keluar dari Vietnam dia sudah terapkan prinsip-prinsip ESG dan green sudah sesuai jadi tidak ditambah biayanya dengan barangnya sama. Jadi sudah tahu yang mana yang akan dipilih, ini kaitannya tadi dengan daya saing,” jelas Dadan.
Transisi energi juga mendukung TKDN. Pada awalnya impor semua untuk membangin. Namun itu semata untuk menciptakan market. “Ketika market sudah terbentuk baru industri bisa dibangun,” jelas dia.
Selain itu transisi energi juga mendorong pemerataan pembangunan. Dengan EBT bisa dibangun industri berbasis green. Dadan menjelaskan di kawasan Papua misalnya yang memiliki potensi hidro terbesar tapi hingga kini belum digarap. Ini padahal bisa jadi peluang untuk bangun industri rendah emisi.
“Potensi PLTA terbesar di sana (Papua) dari dulu ada cuma belum ada yang pakai. Lalu di Marauke potensi angin besar. Kalau kita kembangkan, Papua memang untuk menuju seperti Jawa lama , karena itu dorongannya supaya ada industri di sana,” ujar Dadan.
Pada kesempatan yang sama, Julfi Hadi, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE/PGEO), mengatakan dalam dua tahun terakhir pengembangan panas bumi mengalami kemajuan sejalan dengan program transisi energi yang digalakkan pemerintah.
Julfi Hadi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara dengan sumber daya panas bumi yang berlimpah.
“Saat ini seperti baru ketok pintu saja, padahal Indonesia punya the biggest reserve. Terbesar adanya di Jawa dan Sumatera. Padahal, geothemal bisa memainkan peran strategis di transisi energi. Harganya bisa berkompetisi,” ujarnya.
Julfi menekankan bahwa energi panas bumi dapat menjadi sumber energi pembangkit listrik baseload yang bisa menggantikan batubara. Dalam hal ini, kata dia, Pemerintah sudah berupaya menciptakan ekosistem yang baik. Karena itu, perlu dilakukan upaya mengganti bisnis model agar pengembangan energi panas bumi lebih optimal.
“Geothermal play strategic role untuk bisa jalankan transisi energy. Bottlenecking di geothermal adalah komersial, bank ability. Solusinya change the bussiness model, kolaborasi, insentif yang tepat. Improve bussiness model. Transmision line kalau terjadi akan breakthrough untuk geothermal di Indonesia. Harus cari bussiness modelnya. Kita bisa ekspor intermediate. Indonesia punya reserve terbesar,” kata Julfi.
Dharma Djojonegoro, Direktur PT Adaro Power, mengungkapkan saat ini Adaro tengah mengembangkan the largest green industry park di Kalimantan Utara (Kaltara) di lahan seluas 16.000 hektar. Selain itu, akan dibangun pula pembangkit listrik tenaga battery di Kalimantan Selatan.
“Kami juga membangun aluminimum smelter di Kaltara Industrial Park, bertahap menjadi 1,5 juta ton. Singapura perlu renewable power, ini bagus untuk Indonesia. Kita pakai kesempatan ini. Diharapkan proyek ini bisa memecahkan telur, bisa dipakai untuk membangun industri manufaktur. Pemerintah sudah sangat suportif. Intinya memperbolehkan ekspor asal TKDN . Ini bussiness opportunity untuk membangun bisnis manufacturing,” ujarnya.
Sementara itu, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), menyampaikan dalam kegiatan operasional tambang sudah melakukan transisi energi salah satunya di Tambang Batu Hijau sudah ada solar PV untuk mendukung operasional. “Sejak tahun lalu sudah lakukan pembangunan untuk untuk gas power plant. Kami juga melakukan optimizing program dan konservasi air,” ujar Kartika Octaviani, VP Corporate Communication
AMNT juga telah berkolaborasi dengan Medco Power dengan membangun solar PV di lokasi tambang. Akhir tahun ini, rencananya merampungkan pembangunan combined cycle power plant. Fasilitas ini dibangun untuk menunjang smelter. “Smelter Mei 2024 harus rampung. Infrastrukturnya harus dibangun juga, seperti power plant yang kapasitasnya tiga kali lipat lebih besar dari pembangkit batubara,” ungkap Kartika.
Rudi Ariffianto, Corporate Secretary PT Pertamina Hulu ROkan (PHR), menyampaikan bahwa pengembangan energi terbarukan juga bisa berikan benefit bagi industri perminyakan. Peran PLTS di Rokan terbukti terutilize sebsesar 25 MW. 64.000 panel surya telag dimanfaatkan. Selain bisa menstabilkan frekuensi, adapula penghematan fuel 300an MMscfd. “Dengan keberadaan PLTS bisa support operasional. Ada PLTS yang besar kapasitasnya bisa berdampingan dengan sumber minyak terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Selain memanfaatkan energi terbarukan, PHR juga sedang manfaatkan gas suar untuk mendukung upaya mencapai netz zero emission NZE di 2060. “Ekspektasi industri migas untuk EBT, antara lain regulasi yang afirmatif, efisien, insentif. Untuk industri ekstraktif seperti industri migas diharapkan bisa diberikan insentif. Intinya adalah bagaimana afirmatif action bisa tingkatkan keekonomian industri migas maupun EBT,” kata Rudi.