Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana, menolak 142 kegiatan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang didanai APBN disebut mangkrak.
“Mangkrak itu konotasinya kegiatan-kegiatan tersebut terbengkalai atau tidak diselesaikan pembangunannya. Faktanya seluruh kegiatan yang menjadi objek audit tersebut telah diselesaikan pembangunnya, namun beberapa diantaranya mengalami kerusakan dalam pengoperasiannya karena berbagai sebab,” ujar Rida Mulyana.
Menurut Rida, objek audit BPK yang ramai diberitakan akhir-akhir ini, yaitu 142 kegiatan yang didanai oleh APBN tidak ada kaitannya dengan investasi swasta, yang dilakukan oleh Independent Power Producer (IPP). Sehingga menurutya, tidak tepat jika dikatakan 142 kegiatan EBT yang dikabarkan mangkrak tersebut, diakibatkan oleh peraturan menteri tentang tarif listrik pembangkit EBT dari IPP. “ Kedua hal tersebut tidak saling berhubungan,” tukasnya.
Rida menjelaskan, sejak tahun 2011 hingga 2017, Ditjen EBTKE telah membangun 686 unit pembangkit listrik EBT dengan nilai Rp3,01 triliun, tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Umumnya adalah daerah-daerah terpencil terisolasi, dan belum terjangkau aliran listrik PLN. Sumber pembiayaan kegiatan-kegiatan tersebut adalah dari APBN bukan investasi swasta.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 126 unit kegiatan senilai Rp. 1,044 triliun belum diserahterimakan ke Pemerintah Daerah, dan 68 kegiatan diantaranya senilai Rp 305 miliar mengalami kerusakan ringan dan berat.
“Sebanyak 55 unit senilai Rp. 261 miliar mengalami kerusakan ringan, yaitu diantaranya karena kapasitas produksi pembangkit listrik menurun dari kemampuan daya optimum tetapi masih beroperasi. Hanya 13 unit dengan nilai kegiatan Rp. 48,85 miliar yang mengalami rusak berat atau tidak beroperasi. Kerusakan berat itu diantaranya karena bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan petir,” jelasnya.
Saat ini menurutnya, pemerintah telah menginvetarisasi kegiatan-kegiatan pembangkit EBT yang mengalami kerusakan, untuk segera dilakukan perbaikan. Pada Tahun Anggaran 2017, Kementerian ESDM secara bertahap telah menganggarkan biaya perbaikan sebesar Rp. 8,9 miliar. Namun kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada rekanan yang berminat untuk melaksanakan perbaikan pembangkit listrik EBT, sehingga dinyatakan gagal lelang.
“Untuk tahun 2018, kita anggarkan biaya perbaikan sebesar Rp. 17,68 miliar yang pelaksanaannya sedang dikaji melalui kerjasama swakelola sehingga tidak terjadi lagi gagal lelang. Anggaran perbaikan yang lebih besar, dimaksudkan agar perbaikan 68 unit kegiatan EBT yang rusak dapat tuntas diselesaikan sehingga dapat segera dioptimalkan pemanfaatannya oleh masyarakat,” pungkasnya.