Jakarta, TAMBANG – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) enggan menerima suntikan bantuan dengan skema iuran dari pengusaha batu bara. Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso mengatakan, pihaknya ingin kebijakan harga batu bara khusus kelistrikan tetap dipertahankan, bahkan untuk seterusnya, tidak hanya selesai di tahun 2019.
“Kalau iuran, kurang sehat. Itu kesannya seperti kita disubsidi, padahal sebetulnya hak pemerintah bisa mengatur dan menetapkan harga, yang penting pengusaha tidak rugi,” tutur Iwan Supangkat, saat dijumpai di kompleks parlemen, Senin (28/1) sore.
Harga batu bara kelistrikan resmi dipatok USD70 per ton untuk kalori 6332 kcal sejak awal tahun lalu, dan diberlakukan bagi seluruh pengusaha batu bara. Mereka wajib memasok batu bara di dalam negeri (Domestic market obligation/DMO) sebesar 25 persen dari jumlah produksi dalam setahun. Pasokan DMO itu diutamakan untuk menjamin kebutuhan batu bara pada pembangkit PLN.
Sayangnya, spesifikasi pembangkit PLN hanya mampu mengonsumsi batu bara jenis tertentu, kalori 4000-5000 kcal. Sehingga produsen batu bara kalori rendah, 4000 kcal ke bawah kesulitan memasok. Hal serupa turut dialami oleh penghasil batu bara kalori tinggi.
Alhasil, mereka tidak sanggup memenuhi kewajiban DMO sesuai batas wajib 25 persen. Sebut misalnya, PT Mitrabara Adiperdana (MBAP), yang biasa memproduksi batu bara kalori 5400-5600 kcal. Lalu PT Borneo Olah Sarana Sukses (BOSS), yang seluruh batu bara miliknya dikirim ke pasar ekspor, kisaran kalorinya 6800-7200 kcal.
Alih-alih ingin menjembatani, pemerintah mengeluarkan kebijakan transfer kuota. Nahasnya, pemerintah enggan mengatur rincian proses transfer kuota, mekanismenya diserahkan pada pasar. Perkara ini, sempat menimbulkan polemik di kalangan pemilik kuota dan pihak yang membutuhkan kuota. Belakangan, diketahui bahwa jumlah kuota ternyata tidak mencukupi permintaan.
Kondisi demikian, mendorong Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) mengusulkan agar skema patokan harga batu bara kelistrikan, beserta polemik transfer kuota, dapat diganti dengan skema iuran.
Opsi ini punya cara implementasi, setiap ton batu bara yang diproduksi oleh perusahaan, dikenai potongan untuk iuran. Potongan itu bisa dihitung dengan patokan misalnya, USD 2 dolar per ton dengan kadar 6.332 kcal.
“Iuran itu disumbangkan kepada PLN untuk menambal selisih harga batu bara dari yang dicanangkan dengan harga di pasaran,” kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia beberapa waktu lalu.
Intervensi pemerintah terhadap harga, mematok USD 70 per ton, turut dikritik juga oleh Ketua Indonesia Mining Institute, Irwandy Arif. Menurutnya, apabila pemerintah ikut campur mengenai harga, maka dampaknya pasar akan mengalami koreksi. Untuk menolong keuangan PLN, pemerintah disarankan untuk mencari alternatif lain, dan tidak mengatur banderol harga.
“Di 2019 ini, kalau mau harga stabil, pemerintah jangan intervensi harga. Pikirkan solusi yang lain,” papar Irwandy.
Bagi PLN, patokan harga khusus batu bara kelistrikan telah menjadi andalan. Kebijakan tersebut sangat membantu PLN untuk menjaga keseimbangan di tengah naik-turun harga batu bara. Apalagi, PLN diberi amanat oleh pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik sampai penghujung 2019.
“Kan tarif listrik nggak boleh naik, berarti energi primernya ya disesuaikan,” tutup Supangkat Iwan Santoso.