Jakarta, TAMBANG – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengkhawatirkan tren kenaikan harga batu bara, akan mendorong laju eksploitasi batu bara besar-besaran
Karena itu, PWYP meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperketat pengawasan dan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha di berbagai daerah yang masih lemah.
Peneliti Tata Kelola Pertambangan PWYP Indonesia, Rizky Ananda, menyatakan pelaku usaha akan memanfaatkan momentum kenaikan harga untuk menggenjot produksi. Peluang ini sangat mungkin, terlebih Kementerian ESDM telah menargetkan untuk menaikkan produksi di tahun 2018 sebesar 5 persen dari RKAB 2017, yakni sekitar 485 juta ton.
“Tak hanya melanggar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang menetapkan produksi batubara sebesar 406 juta ton di tahun 2018 serta Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang memandatkan pembatasan produksi maksimal sebesar 400 juta ton di tahun 2019, hal ini semakin menguatkan arah kebijakan pemerintah yang masih menempatkan batu bara sebagai sumber penerimaan negara dengan terus menaikkan target produksi batu bara,” kata Rizky dalam keterangan resminya, Senin (5/1).
Sementara di sisi lain, tata kelola batu bara masih menyisakan masalah serius yang belum terselesaikan dengan baik. Diantaranya, tercatat 704 IUP batubara masih berstatus non-clean and clear per Desember 2017. Tumpang tindih pertambangan dengan kawasan hutan yang telah teridentifikasi sejak tahun 2014 tak kunjung terselesaikan.
Data yang dihimpun PWYP dari Kementerian ESDM per Desember 2016 menunjukkan, setidaknya masih ada 631.000 hektar konsesi batu bara di kawasan hutan lindung dan 212.000 hektar konsesi batubara di kawasan hutan konservasi. Juga rendahnya kepatuhan pelaku usaha dalam menempatkan dana jaminan reklamasi dan pascatambang.
Hingga awal tahun 2018, persentase pemegang IUP yang menempatkan dana tersebut hanya 50 persen dari total keseluruhan IUP di sektor pertambangan mineral dan batubara. Tak terkecuali potensi kerugian negara dari ekspor batu bara secara ilegal, pemegang IUP yang tidak membayar pajak dan kewajiban penerimaan negara lainnya.
“Terus meningkatkan target produksi tanpa melakukan perbaikan di sisi pengawasan sama halnya dengan membuka keran eksploitasi batu bara . Terlebih ada sekitar 373 IUP eksplorasi batubara yang berakhir masa berlakunya di tahun 2016-2017 (ESDM, Desember 2017) dan diperkirakan akan memasuki fase produksi di tahun 2018, ” jelasnya.