Jakarta, TAMBANG – PT Ceria Nugraha Indonesia (PT CNI) merasa yakin aman aman dari sanksi denda dan pencabutan izin ekspor, terkait progress pembangunan smelter. Pemerintah belum menyebutkan secara resmi nama PT CNI yang berakhir rekomendasi ekspor mineral pada Juli 2018, sebagai salah satu perusahaan yang terkena sanksi.
Direktur Operasi Cerindo, Dedy Hendrawan, mengatakan, sampai saat ini PT CNI komitmen terhadap aturan yang diberlakukan pemerintah. Bahkan menurutnya, untuk mengebut pekerjaan proyek pembangunan smelter, pihaknya akan mendatangkan teknologi dari China untuk keperluan Smelter yang akan dibangun.
“China, karena yang punya teknologi RKEF atau Rotary Kiln Electric Furnace itu perusahaan China,” ujarnya kepada tambang.co.id, Selasa (21/8).
Selain itu, PT CNI juga akan membangun pembangkit listrik. Proyek Smelter dan pembangkit listrik ini tergabung dalam kontrak yang sama dengan paket yang terpisah.
“Melalui kontrak EPC Engineering Procurement Construction dan akan melibatkan beberapa kontraktor utama. Ada dua paket pekerjaan. Smelter akan menjadi satu paket dan pembangkit listrik menjadi satu paket lainnya,” beber Dedy.
Terkait kemajuan Smelter, Cerindo mengaku telah memenuhi target. Capaian progresnya pada bulan Desember 2017 adalah 0,56 persen dan pada Juni 2018 adalah 2,43 persen.
“Persentase kemajuan ini sesuai dengan komitmen kami pada Pemerintah yang tertuang dalam kurva S,” tegas Dedy.
Berhubung surat izin ekspor mineral mentah PT CNI berlaku sampai Juli 2018, saat ini pihaknya sedang persiapan mengajukan permohonan perpanjangan lagi.
Untuk diketahui, PT CNI mendapatkan rekomendasi ekspor sekitar 2,3 juta ton nikel dalam kurun waktu satu tahun lalu. Sementara itu, mereka yang memperoleh izin ekspor tapi tidak melakukan ekspor bahkan melanggar aturan ekspor dan tidak ada progress pembangunan smelter memenuhi, akhirnya diberikan sanksi oleh Kementerian ESDM. Beberapa perusahaan tersebut yaitu, PT Toshida Indonesia, PT Surya Saga Utama, Modem Cahaya Makmur, Intergra Mining dan Lobindo.