Beranda ENERGI Kelistrikan Proyek PLTU Batang Capai Kesepakatan Pembiayaan

Proyek PLTU Batang Capai Kesepakatan Pembiayaan

Jakarta-TAMBANG. PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), pada tanggal 6 Juni 2016 telah mencapai kesepakatan pembiayaan (Financial Close) untuk proyek pembangkit listrik 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. BPI merupakan konsorsium dari Electric Power Development Co., Ltd. (J-Power) – PT Adaro Power (AP) – Itochu Corporation (Itochu).

“Meski sempat mengalami keterlambatan, tetapi kami bangga sudah mencapai tahap ini. Terimakasih atas dukungan dari PLN, para sponsor, kreditur, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya,” ungkap Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (AE), Garibaldi Thohir melalui keterangan resmi, Rabu (8/6).

Ia menerangkan, setelah proyek tersebut rampung, selanjutnya akan berjalan sesuai dengan rencana. Ia pun optimis dapat segera mencapai visi Adaro untuk menjadi grup perusahaan tambang dan energi Indonesia yang terkemuka serta mengembangkan salah satu dari penggerak pertumbuhan perusahaan.

Total investasi dari proyek ini adalah sekitar AS$4,2 miliar, dan BPI akan menerima pembiayaan proyek sekitar AS$3,4 miliar dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan sindikasi 9 (sembilan) bank komersial, yaitu: SMBC, BTMU, Mizuho, DBS, OCBC, Sumitomo Trust, Mitsubishi Trust, Shinsei dan Norinchukin.

Proyek ini akan menjual listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) dibawah Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement – PPA) yang berlaku untuk jangka waktu 25 tahun setelah konstruksi selesai. PPA antara BPI dan PLN telah ditandatangani pada 6 Oktober 2011.

Sebagai salah satu transaksi pembiayaan proyek yang penting di Indonesia, terutama di Grup Adaro, AE bersama dengan anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya yaitu AP – salah satu sponsor dalam konsorsium BPI — telah menandatangani perjanjian jaminan ekuitas dengan kreditur senior yang telah disebutkan sebelumnya pada tanggal 3 Juni 2016 untuk menunjang partisipasi ekuitas AP di BPI melalui, antara lain, pinjaman atau ekuitas yang sesuai dengan porsi kepemilikan AP di BPI dengan komitmen sebesar AS$298 juta.

Dalam perjanjian tersebut, AE menjamin kontribusi kinerja serta kontribusi keuangan AP. Sebagai bagian dari kegiatan usaha inti AE yang merupakan perusahaan energi, AE juga memberikan jaminan sesuai dengan porsi kepemilikannya di BPI untuk pinjaman subordinasi dan perjanjian lindung nilai untuk pinjaman subordinasi yang telah ditandatangani pada tanggal 3 Juni 2016 oleh AE dan Mizuho sebagai perwakilan dari bank-bank komersial yang telah disebutkan sebelumnya, dengan total kewajiban kontijensi sebesar AS$278 juta.

Selain itu, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Keuangan, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan BPI telah menandatangani perjanjian penjaminan pembayaran oleh PLN kepada BPI sesuai ketentuan yang diatur di dalam PPA. PII merupakan sebuah lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyediakan penjaminan bagi institusi pemerintah yang terlibat dalam Public Private Partnership (PPP). Proyek ini merupakan proyek PPP pertama di Indonesia yang mendapatkan penjaminan PII.

Presiden Direktur BPI, Mohammad Effendi mengatakan setelah financial close, konstruksi pembangkit listrik akan segera dimulai. Konstruksi diperkirakan akan berjalan selama empat tahun dan Commercial Operation Date (COD) diharapkan pada tahun 2020. Pembangkit listrik trsebut juga akan menjadi salah satu Independent Power Producer (IPP) terbesar di Asia, dan merupakan proyek pembangkit listrik batubara pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi ultra-supercritical (USC) yang ramah lingkungan. USC menggunakan temperatur uap dan tekanan diatas titik supercritical air sehingga mampu mengurangi penggunaan bahan bakar per kilowatt hour (KwH) sekaligus mengurangi emisi gas karbon (CO2).

Proyek ini telah mengalami keterlambatan selama beberapa tahun akibat kendala lahan. Awal tahun ini, dengan implementasi UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, BPI dan PLN berhasil mendapatkan lahan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjadikan BPI sebagai IPP pertama yang berhasil mengimplementasikan UU No.2/2012.

Kendati mengalami keterlambatan, namun seluruh mitra tetap berkomitmen terhadap proyek ini. Demikian juga dengan seluruh pemangku kepentingan yang turut terlibat, termasuk pemerintah Indonesia, PLN dan kreditur, yang tetap berkomitmen sejak awal. Kontraktor Engineering, Procurement & Construction (EPC) yang terpilih adalah Mitsubishi Hitachi Power Systems, Ltd untuk porsi offshore dan Sumitomo Corporation untuk porsi onshore. BPI akan melaksanakan kegiatan operasional dan pemeliharaan pembangkit listrik ini.

Sejak tahap awal konstruksi hingga beroperasinya pembangkit listrik ini, BPI akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia, khususnya di Kabupaten Batang dan wilayah Jawa Tengah melalui penciptaan kesempatan kerja serta sejumlah program pembangunan sosial untuk menciptakan nilai bersama antara BPI dan masyarakat. Salah satunya dalam mengatasi dampak pengadaan lahan, BPI telah memberikan kompensasi sosial kepada para petani terdampak dan menyiapkan lahan pengganti untuk solusi perubahan pola mata pencaharian. Sejumlah program pemberdayaan masyarakat juga telah dilakukan oleh BPI dan akan terus ditingkatkan untuk pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.