Beranda Tambang Today Prospek Pemanfaatan FABA Pasca Tidak Lagi Masuk Kategori Limbah B3

Prospek Pemanfaatan FABA Pasca Tidak Lagi Masuk Kategori Limbah B3

Ilustrasi

Jakarta,TAMBANG, Selama ini pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) sangat sulit untuk dimanfaatkan keberadaanya oleh penghasil limbah karena masuk dalam kategori limbah beracun. Namun demikian, Luhut Binsar Pandjaitan telah menyampaikan komitmennya untuk mondorong percepatan pemanfaatan FABA.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku atau keperluan sektor konstruksi.

Hal ini menyusul telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ini merupakan aturan turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Didalam beleid terdapat pengaturan tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 dari kegiatan pembakaran batu bara (FABA).

Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti mengatakan penggunaan FABA untuk berbagai keperluan harus tetap menerapkan prinsip kehatian-hatian. Meski adanya dorong dan permintaan berbagai pihak untuk pengecualian FABA dari daftar limbah B3.

Ia menjelaskan sebelum terbitnya PP No.22 Tahun 2021, Kemenko Marves telah mendorong adanya revisi Permen LHK No. 10 tahun 2020 tenang Uji Karakteristik Limbah B3 untuk mengakomodasi penyederhanaan prosedur uji limbah FABA agar bisa dikecualikan dari status B3.

“Ini sebenarnya sudah dibahas secara detail dan sudah diakomodir upaya pengecualian FABA sebagai B3 dan dapat memanfaatkan FABA sambil menunggu hasil uji karakteristik toksikologi sub kronis yang memerlukan waktu cukup lama” kata Nani dalam Lokakarya Pemanfaatan Fly Ash Bottom Ash (FABA) yang dilaksanakan secara virtual, Selasa (02/03).

Menurut Nani penyusunan PP No.22 yang dikawal oleh KLHK membutuhkan proses yang cukup panjang hingga akhirnya mengeluarkan FABA dari daftar B3. Dengan adanya regulasi baru itu, kini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang banyak menghasilkan FABA sudah bisa begerak cepat dalam menyiapkan skenario dan road map atau peta jalan pemanfaatannya.

“Pemanfaatan FABA sudah sering dibahas, digunakan untuk bahan baku berbagi produk dan ini nantinya masuk sirkularitas dalam sektor industri,” lanjutnya.

Dalam berbagai kesempatan, Luhut Binsar Pandjaitan telah menyampaikan komitmennya untuk mondorong percepatan pemanfaatan FABA sebagai bahan pendukung infrastruktur, baik jalan, batako, dan sebagainya.

“Jadi saya rasa momen ini harus dijaga dan kita segara punya contoh besar pilot project dan bisa segera kita realisasikan. Kami juga ingin jalan satu tim, saling support untuk mewujudkan apa yang kita inginkan tadi, semoga kegiatan lokakarya pemanfatan FABA menjadi langkah konkrit untuk kita kerja bersama-sama,” pungkas Nani.

Sementara itu, Penasihat Khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Yohanes Surya, berharap agar ada tindakan nyata terkait pemanfaatan FABA itu sendiri di Indonesia. Pasalnya, selama ini FABA sudah banyak digunakan di bidang konstruksi, misalnya geopolimer dan lainnnya.

“Kemudian juga kita harapkan ada pemanfaatan FABA untuk semen, pengganti substrat karang, mangrove dan ekstraksi kandungan-kandungan material penting lainnya. Saya berharap hari ini kita punya tindakan nyata setelah ini, apa yang bisa kita lakukan,” kata Yohanes dalam kesempatan yang sama.

Yohanes mengungkapkan selama ini FABA masuk dalam kategori limbah beracun sehingga sangat sulit untuk dimanfaatkan keberadaanya oleh penghasil limbah itu sendiri yakni PLTU. Padahal biaya untuk pengelolaan limbah jenis ini terbilang sangat besar. Keluarnya PP 22 akan menjadi kabar baik karena FABA sudah bisa dimanfaatkan.

“Sekarang dana untuk pengelolaan limbah itu bisa menurunkan biaya produksi listrik bahkan mendapat keuntungan dari pemanfaatannya. Tahun ini jumlah FABA yang dihasilkan sekitar 17 juta ton dan tiap tahun itu meningkatkan. Pada 2050 diperkirakan mencapai 49 juta ton,” ungkapnya.