Jakarta-TAMBANG. Sebagai upaya antisipasi dan pencegahan dari permasalahan hukum dalam pelaksanaan program 35.000 MW, PLN menyelenggarakan sosialisasi Tim Pengawalan dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Agung RI (TP4P) kepada unit-unit PLN se-regional Kalimantan, di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Besarnya program 35.000 MW secara fisik dan keuangan, menjadikannya rentan akan berbagai hal terkait hukum, seperti pembebasan tanah dan perijinan. Untuk itu diperlukan pengawalan dan pengamanan dari sisi hukum agar program 35.000 MW menjadi kuat dalam pelaksanaannya.
Pembangunan yang akan dilaksanakan oleh PLN dalam periode tahun 2015 – 2019 di Regional Bisnis Kalimantan meliputi transmisi sepanjang 7.883 Kilometer sirkuit (kms) yang tersebar pada 68 jalur transmisi dengan 22 jalur diantaranya merupakan proyek berjalan. Dan gardu induk sebanyak 115 unit atau equivalen 3.910 MVA Mega Volt Ampere (MVA) dengan rincian 63 lokasi merupakan Gardu Induk baru dan 67 lokasi merupakan Gardu Induk ekstension dengan 8 lokasi diantaranya proyek berjalan.
Untuk mencapai total pembangkit di Kalimantan sebesar 1.611 MW pada tahun 2019 bukanlah pekerjaan yang mudah, karena tidak akan terlepas dari masalah teknis maupun non teknis, bahkan permasalahan hukum sekalipun.
Direktur Bisnis PLN Regional Kalimantan, Djoko R. Abumanan, mengatakan belajar dari pelaksanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebelumnya seperti proyek Fast Track Program (FTP) I dan FTP II yang mengalami banyak kendala menjadikan pelaksanaan proyek terlambat.
“Kendala seperti sulitnya pembebasan tanah, lamanya proses perijinan yang menyebabkan terganggunya proses konstruksi, serta kontraktor listrik yang tidak perform menjadikan banyak proyek terhambat,” jelas Djoko, Selasa (23/2).
Djoko berharap dapat terwujud kesamaan pola pikir, sikap, tindak, tekad dan semangat dari seluruh stakeholder pelaksana pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
“Pembentukan perangkat pengawalan dan pengamanan Kejaksaan dan PLN, diharapkan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang menjadi kendala pada program 35.000 MW. Sehingga program tersebut dapat berjalan lancar dan berhasil dengan tepat waktu dan tepat guna sesuai harapan pemerintah dan masyarakat,” ungkap Djoko.
Kehadiran TP4P Kejaksaan Agung diharapkan dapat mengawal, memberikan penerangan dan penyuluhan hukum, menjadi mitra untuk berdiskusi, serta memberikan pendampingan hukum, bahkan mensupervisi dokumen dalam setiap tahapan program pembangunan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan kontrak pembangunan.
TP4P dibentuk melalui Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1 Oktober 2015. Kemudian PLN membentuk Tim Imbangan Pengawalan dan Pengamanan PLN dan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan atau TP4IK melalui Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 0219.K/DIR/2015.
Dukungan besar pemerintah terhadap proyek 35.000 MW juga diwujudkan dengan telah ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan oleh Presiden Joko Widodo.
Dengan adanya Perpres tersebut, diharapkan gubernur atau bupati maupun walikota selaku penanggung jawab proyek strategis nasional di daerah memberikan perizinan dan non perizinan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan proyek tersebut sesuai kewenangannya, antara lain penetapan lokasi, izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan.
Selain itu, Presiden juga telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, salah satunya Presiden menginstruksikan, agar para stakeholder mendahulukan proses administrasi pemerintahan dalam melakukan pemeriksaan dan penyelesaian atas laporan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.