Jakarta,TAMBANG,- PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), subholding PT PLN (Persero) bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) meluncurkan program STAB (Socio Tropical Agriculture-waste Biomass) dan PERTIWI (Primary Energy Renewable & Territorial Integrated Wisdom of Indonesia). Ini merupakan program pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan untuk rantai pasok biomassa pada COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab Kamis (30/11).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir menjelaskan pada gelaran COP28 kali ini pemerintah Indonesia tidak sekedar ingin terlibat aktif dalam menjaga lingkungan yang berkelanjutan tetapi juga ingin menunjukkan aksi nyata dalam mengejar target Net Zero Emissions(NZE) di tahun 2060.
“Saya senang dan bangga pada kesempatan ini kita meluncurkan dan menandatangani kerja sama antar pihak dalam menangani masalah perubahan iklim yang sangat terstruktur. Pemerintah Indonesia telah mengembangkan strategi penerapan kebijakan dekarbonisasi dan kemudian memastikan transisi energi yang lancar untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan sosial,” terang Erick pada saat membuka sesi MoU Signing Session di Indonesia Pavilion COP28.
Erick pun mengutarakan apresiasinya pada semua pihak yang telah berkomitmen penuh untuk bekerja sama dan memberi kontribusi besar dalam mewujudkan dekarbonisasi di tanah air. ”Saya juga mengapresiasi seluruh pihak yang telah berkomitmen kuat untuk bekerja sama, dan memberikan kontribusi bagi Indonesia yang lebih ramah lingkungan. Saya berharap komitmen ini bisa segera terwujud dan diimplementasikan se efektif mungkin” tegas Erick.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, peluncuran program ini sejalan dengan roadmap transisi energi. Selain itu pemanfaatan biomassa juga merupakan wujud nyata komitmen PLN dalam meningkatkan bauran EBT di tanah air. “Kebijakan Co-Firing Biomassa intensif dilakukan di Indonesia sebagai langkah konkret dalam mereduksi emisi karbon guna mencapai target NZE di tahun 2060 atau lebih cepat. Co-Firing Biomassa juga memiliki peran yang vital dalam akselerasi transisi energi di tanah air,” jelas Darmawan.
Darmawan melanjutkan, Co-firing Biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya. Tak hanya itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa. Artinya, Co-Firing biomassa tak hanya akan mendorong akselerasi transisi energi, namun juga mampu menggerakkan perekonomian masyarakat lewat pembukaan lapangan kerja yang masif.
Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara menjelaskan, STAB merupakan jenis biomassa yang berasal dari limbah pertanian di mana proses produksi akan melibatkan masyarakat tani secara langsung. Bahan baku dari STAB dapat berupa limbah atau residu tanaman pertanian atau perkebunan seperti sekam, jerami padi, bonggol jagung, bagasse, pucuk daun tebu, limbah aren, limbah sagu, residu kelapa, tandan kosong pelepah sawit, ranting-ranting pruning tanaman, dan lain-lain.
”Sebagai negara tropis dengan masyarakat agraris, kami melihat banyak sekali limbah pertanian yang selama ini hanya ditimbun atau dibakar agar lahan bersih kembali. Nah Kami melihat potensi besar ini, maka kami terus berinovasi bagaimana memanfaatkan limbah yang tadinya tidak bermanfaat dan mengganggu bisa diutilisasi menjadi energi bersih bahkan mampu menciptakan nilai ekonomi baru bagi para petani di Indonesia,” ungkap Iwan.
Iwan menjabarkan sejak semester II 2023, PLN EPI telah memanfaatkan STAB dari berbagai jenis limbah, diantaranya baggase tebu dan pelet tandan kosong kelapa sawit. Untuk itu dirinya optimis lewat kerja sama kemitraan lintas Kementerian dan BUMN akselerasi Biomassa STAB bisa digalakkan lebih masif lagi. Ia menambahkan, sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam mengejar target Co-Firing pada tahun 2025, diproyeksi kebutuhan Biomassa dari PLN meningkat tajam sebesar 10,2 juta ton atau sebesar 300% guna menyediakan energi bersih sebesar 12,7 Terawatt hour (TWh).
Selain STAB pada MoU ini juga menggagas PERTIWI yang merupakan jenis Biomassa yang diproduksi dari ranting-ranting dan limbah produksi pangan seperti sagu. Sebagai langkah awal, program PERTIWI akan dikembangkan di Provinsi Riau. Di wilayah itu, terdapat sekitar 80 kilang sagu dengan potensi limbah berupa ampas dan kulit sagu lebih dari 200.000 ton per tahun. Selama ini, ampas sagu dibuang ke sungai, laut, atau ditimbun. Sedangkan kulit sagunya dibakar untuk boiler pengering sagu sementara arangnya dibuang begitu saja.
”Oleh karena itu, melihat besarnya potensi STAB dan PERTIWI, PLN EPI optimistis bisa berkontribusi maksimal dalam upaya penurunan emisi, sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan karakteristik dan ke-khasan negara dan bangsa Indonesia,” tutup Iwan.
Selain peluncuran STAB dan PERTIWI, pada momen yang sama, PLN EPI juga menggandeng beberapa mitra untuk bekerja sama dalam menjaga rantai pasok biomassa yang ditandai dengan penandatanganan MoU dengan PT Sinar Energi Utama, PT Elektrika Konstruksi Nusantara, PT Aswattha, PT Mentari Biru Energi dan PT Hartana Tamita.