PGE Kamojang Pasok Uap ke Pembangkit Milik BPPT
Jakarta-TAMBANG- PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Unit Kamojang menjalin kesepakatan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk ujicoba pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 3 megawatt (MW). Dalam kerja sama ini, PGE Kamojang akan memasok uap ke pembangkit yang sedang dibangun dan akan diperasikan sendiri oleh BPPT.
General Manager PGE Unit Kamojang Wawan Darmawan mengatakan uap yang akan dialokasikan untuk pembangkit yang dibangun BPPT berasal dari sumur panas bumi yang dikelola oleh PGE di Kamojang, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Menurut Wawan, uap tersebut sebenarnya bukan uap yang terbuang karena PGE menyediakan pasokan uap demi mendukung program BPPT dalam penelitian energi listrik dari energi terbarukan.
“Nanti akan ada semacam titik serah di salah satu tempat seperti yang kami lakukan dengan pihak PT Indonesia Power (anak usaha PLN). Bedanya, kami tidak menjual uap. Ini sebagai satu studi penerapan teknologi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit skala kecil,” ujar Wawan.
Menurut dia, pembangkit yang dibangun BPPT masih di dalam wilayah kerja pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Kamojang. BPPT nantinya mengoperasikan pembangkit tersebut. “Karena kapasitasnya masih terbatas dan masih terus dilakukan uji coba, belum ada pembicaraan dengan penjualan listriknya,” katanya.
BPPT dijadwalkan melakukan ujicoba pembangkit tersebut pada Mei mendatang. BPPT mendesain rancang bangun pembangkit sedangkan pembuatan komponen dilakukan PT Nusantara Turbin & Propulsi (NTP), PT Barata Indonesia, dan PT Pindad.
Lapangan panas bumi Kamojang dikelola Pertamina sejak 1983 merupakan yang terbaik di dunia lantaran uap yang dikeluarkan sangat kering (very dry) dan kelembabannya sangat rendah. Kondisi uap yang sangat kering dan kelembabannya sangat rendah tersebut memungkinkan uap untuk langsung masuk ke turbin dan tidak perlu chemical treatment demi mendapatkan kualitas uap yang bagus.
Saat ini, PGE Unit Kamojang memiliki dua unit pembangkit yang dikelola sendiri dengan total kapasitas, yaitu Unit 4 sebesar 60 MW dan Unit 5 sebesar 35 megawatt. Tiga unit lagi, yaitu unit 1, 2, dan 3 dikelola oleh PT Indonesia Power. Total pembangit di wilayah kerja panas bumi Kamojang mencapai 235 megawatt.
Eko Agung Bramantyo, Vice President Operation and Engineering PGE, menambahkan selain di Kamojang, BPPT juga menjalin kerja sama dengan PGE di Unit Lahendong, Sulawesi Utara. Kerja sama tersebut menggunakan binary system 0,5 megawat.
Dalam metode ini yang digunakan adalah brine (air panas) untuk memanaskan fluida kerja yang akan memutar turbin binary. Brine kemudian diinjeksikan kembali ke dalam bumi sesuai operasional yang ada di Lahendong saat ini. “Karena penelitian, tidak ada jual beli dalam kerja sama ini,” katanya.
Menurut Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi, kerja sama PGE dan BPPT sangat positif untuk dapat meningkatkan penguasaan teknologi. Lembaga penilitian/pengembangan tidak ada bisa menguasai teknologi bilamana tidak dibantu oleh industri. Bila dilihat kebelakang, kerja sama BPPT dan PGE sudah dimulai 2010 di Kamojang, dan ada beberapa sumur yang idle baik karena tekanan kepala sumur maupun secara volumetric tidak bisa mendukung pembangkit besar.
“Di lain pihak ada kerjasama BPPT, Pindad, dan NTP mengembangkan pembangkit 3 MW yg perlu diuji coba. PGE membantu program tersebut dengan visi agar turbin dan generator bisa diproduksi di dalam negeri. Kerja sama tersebut berlanjut dengan pengembangan turbin ORC (organic rankine cycle),” katanya.
Suryadarma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menilai kerja sama PGE dan BPPT adalah wujud dari upaya membangun kemampuan Indonesia dalam mendirikan industri pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil baik teknologi condensing maupun binary cycle. Sudah lama digagas Kementrian Ristek dan Dikti agar teknologi ini yang sudah teruji (proven) bisa dibangun sendiri dengan kemampuan Indonesia.
“Kami mendukung upaya itu. Jika hal ini berhasil tentu saja akan dapat di implementasikan pada PLTP lapangan panas bumi lainnya. PGE sudah lama melakukan kajian untuk dapat memanfatkan sisa panas dari brine atau air pemisahan dari fluida yg dihasilkan. Tetapi belum menemukan suatu pola yang tepat agar bisa optimum dalam pengelolaan lapangan uap panas bumi,” katanya.