Jakarta, TAMBANG – Aliansi masyarakat yang tergabung dalam “Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN” sepakat untuk menolak rencana pemerintah yang akan menjual saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) kepada publik. Diketahui, prosess initial public offering (IPO) itu ditargetkan rampung pada akhir bulan ini dengan skema awal sebesar 25 persen saham.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar menyebut aksi tersebut tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku sehingga proses IPO sebaiknya segera dibatalkan. Kata dia, Pertamina dan semua anak usahanya merupakan badan usaha milik negara yang tidak boleh diswastanisasi karena di dalamnya mengurusi hajat hidup orang banyak terutama soal BBM dan energi.
“Kami dengan tegas menolak, karena jelas-jelas Pertamina ini adalah pengejawantahan penugasan dari negara untuk menjalankan amanat yang dituangkan dalam UUD 45 pasal 33 ayat 2 dan 3 yaitu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak energi dan BBM adalah menguasai hajat orang banyak, itu dikuasai oleh negara,” kata Arie dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (15/2).
Lebih lanjut Arie menjelaskan jika proses IPO PGE pada bulan ini berhasil diluncurkan, tidak menutup kemungkinan subholding Pertamina lainnya akan mengalami hal serupa. Dia mensinyalir bahwa ambisi pemerintah untuk melakukan IPO PGE karena berkaca pada Pertamina Gas Negara (PGN).
“PGN memang sudah terlahir menjadi perusahaan tbk, dan ini seolah-olah menjadi sebuah pembenaran bahwa anak perusahaan BUMN boleh diprivatisasi melalui mekanisme IPO,” bebernya.
Dia kemudian menyebut bahwa sikap tegas ini akan ditindaklanjuti dengan penyampaian pendapat di sejumlah tempat seperti di kantor Kementerian Keuangan, BUMN dan terakhir di Istana Merdeka, Jakarta. Unjuk rasa tersebut rencananya akan dilaksanakan Kamis (16/2).
“Sikap tegas ini kami nyatakan besok hari tanggal 16 Februari kekuatan masa lebih dari 1500 akan melaksanakan penyampaian pendapat di muka umum. Penolakan terhadap proses IPO PGE dan juga privatisasi Pertamina dan juga afiliasinya yang akan dimulai di Gedung lama Pertamina depan Monas, meuju ke Kementerian Keuangan dan BUMN lalu ke Istana Merdeka,” imbuhnya.
“Kami berharap Presiden Jokowi mendengar apa yang kami suarakan semata-mata demi kepentingan bangsa dan negara dan demi kepentingan energi masa depan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ekonomi UI, Sri Edi Swasono menyatakan hal serupa. Kata dia, privatisasi BUMN bertentangan dengan prinsip dasar negara dan tidak pro rakyat.
“Saya mendukung penolakan ini. Kita mendirikan pemeritah ini janjinya adalah dalam pembukaan UUD, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, termasuk SDA-SDA. Sekarang sumber daya alam kita diobrak-abrik, bumi dan air dan segala macam yang ada di tanah hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara turut mendukung aksi penolakan ini. Marwan menyebut, IRESS selalu menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan rakyat terutama menyangkut ketahanan dan kemandirian energi.
“Kita menolak rencana penjualan saham tersebut. Kita banyak alasan sambil juga menunjukkan motif dibalik rencana IPO yang dibentuk oleh pemerintah,” ujar Marwan.
“Karena itu Presiden Jokowi kita tuntut untuk menyampaikan kepada Erick Thohir membatalkan rencana IPO PGE,” bebernya.
Turut hadir dalam diskusi, Prof Mukhtasor, Guru Besar ITS, Mantan Menko Maritim, Mantan Sekjen KBUMN, Said Didu, PEPS, Anthony Budiawan, CSIL, M Mursalin, Pengamat Migas Ugan Gandar, KSPMI, Faisal Yusra, dan dari DEM, Rifqi.
Sampaikan Petisi Rakyat
Dalam diskusi tersebut, Marwan juga membacakan petisi rakyat berisi penolakan rencana privatisasi Pertamina Geothermal Energy dan sejumlah anak-anak usaha Pertamina. Berikut petikannya.
Rencana privtasiasi melalui skema penawaran saham perdana, Initial Public Offering (IPO) anak-anak usaha BUMN, terutama Pertamina (dan PLN) telah dinyatakan secara terbuka oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 20 januari 2020. Saat ini proses IPO yang dimotori oleh Kementrian BUMN tersebut telah memasuki tahap akhir dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
PGE yang 100% sahamnya dimiliki Pertamina, adalah penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang 100% dayanya dijual kepada PLN. Kementrian BUMN rencananya akan menjual 25% saham PGE, yang dikatakan bertujuan untuk memperoleh dana murah, meningkatkan transparanasi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain.
Terlepas apapun alasan Pemerintah RI, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhinati UUD 1945, kami dengan ini menyatakan penolakan atas rencana privatisasi PGE karena alasan berikut ini:
- Melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
- Melanggar Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang memerintahkan agar eksploitasi Panas Bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
- Melanggar Putusan Mahkamah Kaonstitusi (MK) No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanatkan agar penguasaan SDA oleh negara harus dikelola BUMN agar bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat;
- Melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan Kekayaan Negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta;
- Mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan subholding yang paling menguntungkan (crean de la cream) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis. Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat;
- Meningkatnya beban ekonomi rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif proses unbundling pelayanan public utilities. Teori ekonomi/bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini;
- Karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan wilayah terpencil dan tertinggal. Hal ini jelas meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kemajuan antar wilayah;
- Menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk menjajah dan menghisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat. Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda penghisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat, dimana sejumlah oknum-oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu rente dalam proses privatisasi tersebut;
- Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Erick Thohir membohongi masyarakat, karena dana IPO pada dasarnya lebih mahal dari pinjaman bank. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit dengan tingkat bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% – 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014);
- Karena saham negara di Pertamina/PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga tanpa IPO, PGE justru dapat mengkases dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public;
- Sebagian besar masalah kinerja/GCG BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti penempatan tim sukses, mengangkat teman dekat jadi komisaris, menunggak/membebani subsidi, menjadikan BUMN sebagai sapi perah, dll. Cara terbaik memperbaiki GCG BUMN adalah merubah status menjadi non-listed public company (NLPC).
Bahwa sebagai perusahaan milik negara, Pertamina beserta afiliasinya memiliki aset-aset yang dikelola dengan tata kelola yang diatur oleh negara. Dalam tata kelola tersebut, hak pengawasan sesuai peraturan ada di tangan pemerintah dan juga DPR sebagai wakil rakyat. DPR harus menggunakan hak pengaturan dan pengawasan dalam proses privatisasi PGE demi UUD 1945, ketahanan energi, kedaulatan negara dan energi murah bagi rakyat.
Akhirnya, kami kembali menuntut agar Pemerintah Indonesia terutama Presiden Jokowi dan juga DPR RI untuk segera membatalkan rencana privatisasi PGE dan juga anak-anak usaha Petamina yang lain, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE), Pertamina International Shipping (PIS), dan seluruh afiliasi Pertamina grup lainnya melalui proses IPO maupun modus penjualan saham lainnya.
Jakarta, 15 Februari 2023
Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN
TTD
- Mawan Batubara (Koordinator)
- Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar UI
- Prof. Mukhtasor, Guru Besar ITS
- Prof. Daniel M. Rosyied, Guru Besar ITS.
- Prof. Juajir Sumardi, Guru Besar Unhas
- Dr. Said Didu, Mantan Sekjen KBUMN
- Dr. Anthony Budiawan, PEPS
- M. Mursalin, CSIL
- Arie Gumilar, FSPPB
- Ugan Gandar, Pengamat Migas
- Faisal Yusra, KSPMI
- Rifqi Nuril Huda, DEM
- Surisno, FSPPB
- Muhsin Budiono, FSPPB
- Dst.