Jakarta, TAMBANG – PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk (PGAS) selaku Subholding Gas Pertamina terus memperkuat portofolio bisnis ritel gas sebagai salah satu produk energi fosil yang lebih bersih, ramah lingkungan dan efisien. Selain masif mengerjakan proyek jaringan gas bumi (jargas), PGN juga mengembangkan Gaslink C-cyl yang berbasis compressed natural gas (CNG) serta mulai membidik peluang bisnis dari liquefied natural gas (LNG) untuk retail.
Corporate Secretary PT PGN Tbk, Rachmat Hutama menjelaskan dalam empat tahun ke depan PGN akan semakin masif mengembangkan program jargas yang pendanaannya bukan melalui skema APBN.
“Jargas yang akan kami laksanakan ini adalah jargas yang rencana pendanaannya dari internal PGN. Apakah itu nanti PGN berkolaborasi dengan beberapa investor atau menggunakan finansial dalam bentuk apa, itu terserah PGN. Tetapi (yang jelas) ini sekarang menjadi salah satu KPI-nya dari manajemen (PGN),” ujar Rachmat dalam acara buka puasa bersama dengan media, Jumat (22/4/2022).
Rachmat mengatakan, PGN rencananya membangun infrastruktur jargas sebanyak 4 juta SR (sambungan rumah tangga) sampai tahun 2024. Rinciannya, ada sekitar 1 juta SR dibangun setiap tahunnya.
Ada banyak lokasi di Indonesia yang akan dibangun jargas oleh PGN. Rachmat mengungkapkan saat ini PGN tengah membentuk tim untuk percepatan jargas di wilayah yang belum ada jaringan operasionalnya. Dia mencontohkan untuk di Pulau Jawa segera dibangun jargas di Jawa Tengah bagian selatan serta Yogyakarta.
“Harapannya adalah dalam waktu sekitar dua bulan ini teman-teman yang ditugaskan di Jateng dan DIY sudah bisa menunjukkan bahwa pelaksanaan jargas di dua wilayah itu sudah berjalan. Jadi sekitar bulan Juni nanti itu targetnya sudah mulai kelihatan bahwa jargas sudah mulai konstruksi di wilayah Jateng dan DIY,” katanya.
Rachmat juga membeberkan bahwa PGN lewat salah satu afiliasi usahanya yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) saat ini mengembangkan Gaslink C-cyl. Gaslink C-cyl adalah CNG yang dimanfaatkan untuk pelanggan sektor industri dan komersial yang disalurkan menggunakan tabung dengan kapasitas 20-25 M3 atau setara dengan 20 Kg.
“Itu yang sudah bisa berjalan untuk rumah makan. Kalau di Jakarta itu contohnya Rumah Makan Pagi Sore, itu sudah menggunakan C-Cyl. Jadi dia tidak lagi menggunakan LPG, tetapi menggunakan gas dari CNG,” ungkapya.
Selain itu Rachmat juga menyampaikan bahwa PGN juga akan memasuki era LNG untuk ritel. “Ke depan PGN itu tidak hanya melakukan (distribusi) melalui gas pipa, tetapi PGN juga akan memasuki era LNG,” ujarnya.
Pertamina sebagai induk PGN sudah mengalihkan bisnis LNG dan gas kepada PGN. Dengan demikian, ke depan, lanjut Rachmat, akan ada tantangan baru lagi bagi PGN, tidak hanya gas pipa tetapi bagaimana LNG bisa dikembangkan oleh PGN, termasuk rencananya adalah LNG-nya dalam bentuk LNG ritel. “Saat ini PGN akan mengubah mindset-nya bahwa tidak melulu LNG-nya untuk industri, tetapi juga bagaimana mengembangkan di retail, termasuk pengguna rumah tangga,” ujarnya.
Untuk itu masalah alokasi LNG menjadi salah satu perhatian PGN untuk lebih dahulu dipersiapkan. Salah satu rencana PGN adalah memanfaatkan stranded gas yang banyak tersebar di berbagai wilayah serta belum dimanfaatkan. “(Stranded gas) itu rencananya akan kita kembangkan, kalau memang diperkenankan kita beli. Itu nanti akan kita gunakan, kita liquefaction menjadi gas LNG,” jelas dia.
Setelah diubah menjadi LNG, gas-gas tersebut tentunya akan semakin mudah untuk didistribusikan. Rachmat mencontohkan, jika ada stranded gas di Maluku atau Papua maka pasarnya bisa akan segera diikat jika gasnya sudah diubah bentuknya menjadi LNG.
“Kalau misalnya memang ada kebutuhan di sekitar Indonesia timur maka akan digunakan di sana, tetapi kalau ternyata masih ada ekses, karena bentuknya LNG maka bisa dibawa pakai kapal menuju ke lokasi yang ada banyak demand-nya, misalnya di Jawa,” sambungnya.
Selain memanfaatkan stranded gas, PGN juga tengah melihat potensi untuk memanfaatkan LNG dari luar negeri. Ini yang jadi soal bagi PGN terkait regulasi ke depan dimungkinkan adanya impor LNG. Pasalnya, hingga saat ini belum ada keran impor LNG dan malah LNG yang ada diekspor ke luar negeri. “Kalau nanti impor LNG dimungkinkan, tidak tertutup kemungkinan kami akan impor untuk memenuhi bisnis LNG,” katanya.