Jakarta, TAMBANG – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mendorong pemerintah, khususnya aparat kepolisian, untuk menertibkan para pelaku tambang ilegal. Pasalnya, kegiatan penambangan tidak resmi, akan mengakibatkan rentetan masalah yang berkepanjangan.
Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli mengatakan, dampak buruk yang ditimbulkan dari penambangan ilegal di antaranya, perusakan lingkungan, cadangan sumber daya alam tidak terserap maksimal. Serta menghilangkan potensi pendapatan negara.
“Perhapi meminta dengan hormat kepada aparat penegak hukum, untuk segera menindak tegas para pelaku kegiatan illegal mining di seluruh wilayah Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” tutur Rizal, Kamis (20/12).
Selain itu, ia juga membeberkan adanya citra buruk yang timbul akibat aktivitas tambang ilegal. Misalnya soal kerusakan ekosistem, akan ikut merambat, disematkan pada perusahaan-perusahaan tambang yang resmi.
“Ini tentu merugikan para penambang legal memiliki izin resmi, yang menerapkan prinsip good mining practices,” tutur Rizal.
Tambang ilegal merupakan tambang yang berdiri tanpa izin. Sebaliknya, tambang resmi beraktivitas dengan berpegangan pada izin yang diberikan oleh pemerintah, baik itu berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUP Khusus, atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Di kalangan penambang resmi sendiri, masih ada klasifikasi berikutnya, izin-izin itu diperkuat lagi dengan predikat Clean and Clear (CnC), serta status penerapan good mining practices.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), setidaknya ada 8.683 titik kegiatan tambang ilegal di Indonesia. Adapun luasan lahan tambang itu sekitar 500 ribu hektar.
Angka tersebut terlampau jauh, bila dibandingkan dengan data dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, perusahaan tambang yang terdaftar aktif berada di kisaran 2.506 badan usaha.