Jakarta, TAMBANG – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mendorong agar limbah sisa industri pertambangan dapat dimanfaatkan kembali menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis. Tujuannya, supaya limbah tersebut tidak mencemari lingkungan dan membawa dampak negatif terhadap masyarakat sekitar.
“Limbah tambang tidak boleh menjadi momok dan harus bernilai baik secara ekonomi maupun lingkungan. Sisa hasil produksi aktivitas pertambangan harus dapat dimanfaatkan secara optimal,” kata Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli saat menghadiri diskusi virtual berjudul “Waste to Resource in Mining Extractive Industries” yang diikuti Kamis, (9/7).
Menurutnya, sisa hasil industri tambang berupa tailing, slag, atau lumpur dapat dimanfaatkan kembali dengan memperhatikan mineral-mineral ikutan di dalamnya, termasuk logam tanah jarang (rare earth elements). Logam ini bisa diolah menjadi mineral strategis, material konstruksi dan lain sebagainya.
“Logam tanah jarang bisa memiliki nilai ekonomis dan pengelolaan sumber daya alam lebih optimal,” ungkap Rizal.
Dalam keaempatan yang sama, pakar metalurgi Institut Teknologi Bandung, Zulfiadi Zulhan menyampaikan, saat ini residu bauksit atau lumpur merah (red mud) sisa hasil pengolahan pabrik alumina, dapat dimanfaatkan sebagai material kontruksi.
Red mud dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri metalurgi karena masih mengandung logam-logam berharga mulai dari besi, aluminium, titanium, scandium dan logam tanah jarang lainnya.
“Kami sudah melakukan penelitian sejak 2017 untuk mengekstraksi logam besi. Hasil penelitian dapat diterapkan di industri baja berbahan baku red mud. Syaratnya, red mud gratis (Rp. 0,00), letak pabrik bersebelahan dengan pabrik alumina dan persen besi dalam red mud >30%. Pabrik pemanfaatan red mud dapat menjadi sangat layak apabila logam-logam lain selain besi juga diekstraksi (alumunium dan scandium),“ ungkap Zulfiadi.
Potret Pemanfaatan Limbah Tambang
Adapun salah satu contoh perusahaan yang dinilai mendekati zero waste, adalah PT Smelting Gresik, yang berada di Jawa Timur. Di sana, proses peleburan dan pemurnian konsentrat tembaga menjadi logam tembaga telah mendekati kategori hampir tanpa sisa hasil produksi.
“Energi panas dari gas buang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik. Sulfur dioksida (SO2) dalam gas buang dikonversi menjadi asam sulfat yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk yang diserap oleh PT Pupuk Indonesia. Pengelolaan limbah cair juga menghasilkan gipsum yang dapat dijual sebagai bahan baku pabrik semen. Slag yang dihasilkan yang merupakan limbah B3 dikirim ke pabrik semen,“ ungkap Senior Manager Technical Eksternal PT Smelting Gresik Bouman T Situmorang.
Bouman menambahkan, selain untuk bahan baku semen, slag juga dapat digunakan untuk material sand blasting dan agregat beton. Limbah cair berupa sludge cake yang mengandung tembaga 6-10% didaur ulang ke pabrik peleburan.
Material bekas dari bag filter dan masker yang masih mengandung logam berharga didaur ulang di pabrik peleburan. Selain itu tembaga bekas (scrap) dan sisa hasil pengolahan yang mengandung tembaga di pabrik lainnya dapat diproses di PT Smelting.
Sementara itu, Business Feasibility Manager PT Antam Tbk, Helminton Sitanggang menyebutkan, residu dari hasil pengolahan emas berupa lumpur halus di Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor, telah dimanfaatkan untuk perkerasan lantai kerja tambang bawah tanah, dan bahan baku material konstruksi.
“PT Antam merupakan pelopor dari pemanfaatan tailing sebagai bahan baku material konstruksi yang ramah lingkungan dimana produknya sudah diberi merek GFA (Green Fine Agregate) dan tersertifikasi SNI. Produk material konstruksi ini berupa paving block dan conblock, batako, genteng. GFA ini digunakan oleh PT Antam untuk kebutuhan internal di perusahaan dan untuk program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat,“ jelas Helminton.
Perhapi berharap, industri pertambangan ke depan harus seoptimal mungkin memanfaatkan sisa hasil produksinya, baik di tambang maupun di industri lanjutannya seperti peleburan atau smelter.
Jika ini dilakukan secara maksimal, sumber daya alam Indonesia akan semakin bermanfaat dan dampak negatif tambang dapat minimalisasi.