Jakarta, TAMBANG – Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai rencana perluasan kebijakan harga gas bumi murah yang akan dilakukan pemerintah perlu dilakukan secara hati-hati. Selain memberikan manfaat ekonomi terhadap industri pengguna gas, biaya implementasi untuk kebijakan harga gas bumi murah cukup besar.
“Studi ReforMiner menemukan, sampai saat ini biaya untuk implementasi kebijakan harga gas bumi murah tercatat masih lebih besar dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang telah diperoleh,” ungkap, Komaidi dalam keterangannya, Rabu (2/8).
Berdasarkan temuan ReforMiner, kebijakan harga gas bumi murah belum tentu dapat secara otomatis menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing industri pengguna gas. Hal itu karena biaya produksi dan daya saing industri pengguna gas tidak hanya ditentukan oleh harga gas, tetapi ditentukan oleh sejumlah faktor.
Level harga atau tinggi-rendahnya harga gas di Indonesia akan terkait dengan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pengusahaan gas bumi. Semakin besar PNBP gas bumi yang diterima, maka harga gas bumi akan semakin mahal.
“Sebaliknya, semakin kecil PNBP gas bumi yang diterima, maka harga gas bumi dapat semakin murah,” beber dia.
Komaidi menjelaskan, tinggi-rendahnya harga gas akan memberikan sinyal mengenai keberpihakan pemerintah terhadap iklim investasi hulu gas. Harga gas yang ditekan terlalu rendah dapat menyebabkan kegiatan usaha hulu gas tidak cukup menarik bagi produsen dan dapat menghambat pengembangan lapangan gas seperti yang telah terjadi pada pengembangan proyek Blok Natuna, IDD, dan Blok Masela.
Harga gas pada konsumen akhir yang ditekan cukup rendah dapat memberikan sinyal negatif dan disinsentif untuk pengembangan infrastruktur gas di dalam negeri. Harga gas yang rendah dapat menyebabkan insentif untuk usaha penyediaan infrastruktur gas di dalam negeri menjadi tidak cukup menarik.
Pengembangan proyek infrastruktur pipa gas CISEM Tahap 1 dan 2 yang pada akhirnya harus dilaksanakan sendiri oleh pemerintah melalui APBN dengan menggunakan skema multi years contract (MYC), mengindikasikan bahwa usaha penyediaan infrastruktur gas belum cukup menarik bagi para pelaku usaha.
Berdasarkan sejumlah poin yang telah disampaikan tersebut, diketahui bahwa tinggi dan rendahnya harga gas dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
“Karena itu, tidak hanya terkait dengan rencana perluasannya, tetapi implementasi kebijakan harga gas murah yang telah dilakukan sejak 2016 kiranya perlu ditinjau ulang,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang dilaksanakan pada 31 Juli 2023, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk mengevaluasi biaya produksi gas bumi agar harga jual ke industri menjadi kompetitif, terutama dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asean. Perintah tersebut merupakan bagian dari rencana perluasan kebijakan harga gas bumi murah yang telah diimplementasikan sejak tahun 2016.