Beranda Tambang Today Umum Pelumas Pertamina Paling Banyak Dipalsukan

Pelumas Pertamina Paling Banyak Dipalsukan

Jakarta-TAMBANG- Produk pelumas dalam negeri lebih dari 1 juta kiloliter, sementara pasar dalam negeri baru mencapai 800 ribu kiloliter setiap tahun. Dari permintaan pasar dalam negeri yang belum setara dengan produksi pelumas tersebut, kegiatan pemalsuan terhadap produk pelumas dalam negeri masih cukup tinggi. Sekitar 17 persen pemalsuan pelumas dalam negeri masih terjadi. Lebih dari 50 persen merupakan pelumas milik Pertamina Lubricants.
“Salah satu masalah yang sampai saat ini masih terjadi adalah soal pemalsuan oli. Dan oli milik kita (pertamina) itu yang paling banyak dipalsukan,” demikian disampaikan Gigih Wahyu Hari Irianto, Direktur Utama PT Pertamina Lubricants, di sela acara penandatanganan kesepakatan kekayaan intelektual dengan Ditjen Haki Kementrian Hukum dan Ham di Jakarta (Selasa, 26/04).
Jumlah 17 persen merupakan akumulasi dari semua produsen pelumas dalam negeri yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo). Dari anggota Aspelindo tersebut, Pertamina merupakan produsen terbesar dengan menguasai pasar lebih dari 65 persen pasar pelumas dalam negeri. Hal inilah, menurut Gigih, mengapa banyak pelumas Pertamina yang dipalsukan.
Pemalsuan yang dilakukan, tidak hanya pada produk pelumas, tetapi juga merek dagang beberapa produk pelumas Pertamina Lubricants. Biasanya, produk-produk pelumas palsu Pertamina, dijual di daerah-daerah pedalaman. Karena itu, untuk mengantisipasi pihak membuat barkot khusus untuk menunjukan produk asli atau bukan.
“Kegiatan pemalsuan sudah lama dilakukan dan sampai sekarang masih terus berlanjut,” terang Gigih.
Salah satu persoalan mengapa masih maraknya pemalsuan adalah belum adanya regulasi terkait Standar Nasional Indonesia (SNI) produk pelumas. Sejak 2001, PTPL sudah mengajukan hal ini, tetapi sampai saat ini belum ada standar SNI untuk pelumas. Akibatnya, semua pemain baik yang memiliki kapabilitas dengan produk yang sudah terbukti atau ang belum memiliki kemampuan yang proven, bebas menjual pelumas.
Sejauh ini, lanjut Gigih, terdapat 148 produsen pelumas domestik. Namun yang aktif tidak lebih dari 20 produsen. Sisanya, ada yang hanya mengambil atau menjual langsung dari Singapura ataupun tempat lain.
Gigih yang juga Ketua umum Aspelindo berharap, melalui kerjasama dengan Ditjen Kekayaan Inteletual persoalan pemalsuan terkait merek dagang dan paten bisa diminimalisir atau bahkan dikurangi. PTPL juga tidak perlu terlalu risau terkait berbagai inovasi yang dilakukan dan mendapatkan pengakuan luas.
“Kita sedang terus melakukan inovasi dan memperluas pasar. Diharapkan kerjasama ini, bisa semakin meneguhkan dan menambah keyakinan kita akan produk-produk kita,” terangnya lagi.

Sementara itu, Dirjen kekayaan Intelektual Kemnetrian Hukum dan ham, Ahmad M Ramli mengatakan, negara-negara maju dan berkembang adalah negara yang memanfaatkan industri berbasis kekayaan intelektual, dengan mendaftarkan produk-produk mereka baik paten, merek dagang ataupun hak cipta.
“Untuk mendapatkan perlindungan, memang harus didaftarkan, sehingga langkah-langkah selanjutnya bisa dilakukan, jika ditemukan ada kegiatan pemalsuan baik mereka dagang ataupun produk yang serupa dengan yang sudah didaftarkan,” ujarnya.
Dengan mendaftarkan produk-produk Pertamina, maka kegiatan pemalsuan bisa terus dikurangi dan akan menciptakan daya saing produk Pertamina baik di level domestik maupun level global. Saat ini, Ditjen Kekayaan Intelektual sedang menyelesaikan regulasi baru terkait kekayaan intelektual yang mengacu pada Madrid Protocol.
Ketentuan dalam Madrid Protocol tersebut, memberikan keuntungan bagi produsen seperti PTPl. Sebab, produk yang dikeluarkan, cukup didaftarkan di Ditjen KI dan selanjutnya produk tersebut, bisa dipasarkan di semua negara yang menjadi tujuan penjualan produk Pertamina atau lainnya.
“Saat ini regulasniya sedang kita bahas bersama DPR. Ini akan memberikan kuntungan bagi Produsen seperti Pertamina Lubricants dan tidak perlu menggunakan jasa konsultan di masing-masing negara kalau mau mendaftarkan produknya. Cukup di Ditjen KI dan bisa menghemat biaya,” terangnya lagi.