Beranda Tambang Today Pakar Pertambangan: Tambang Bawah Tanah Freeport Punya Tantangan Khusus

Pakar Pertambangan: Tambang Bawah Tanah Freeport Punya Tantangan Khusus

Pakar Pertambangan Universitas Trisakti, Masagus Ahmad Azizi

Jakarta, TAMBANG – Pakar Pertambangan Universitas Trisakti, Masagus Ahmad Azizi mengatakan, metode block caving atau runtuhan blok adalah cara yang paling tepat untuk menambang melalui bawah tanah di konsesi lahan milik PT Freeport Indonesia. Pasalnya, batuan di sana tergolong dalam kategori batuan lunak alias soft rock.

 

“Secara geologi dan hitungan ekonomi, metode block caving ini paling cocok untuk underground mining (tambang bawah tanah) di Freeport,” ungkap Masagus kepada tambang.co.id saat ditemui di kantornya, Jumat (19/10).

 

Tahapan block caving dimulai dengan menggali terowongan yang menembus hingga titik cadangan bijih mineral, dibuatkan semacam corong-corong segitiga persis di bawah badan bijih, kemudian dilakukan inisiasi peledakan.

 

Seusai peledakan, bijih mineral akan rontok dengan sendirinya, turun ke bawah didorong oleh bebannya sendiri, dan masuk ke mangkok corong. Selebihnya, tugas alat-alat pengangkut untuk mengambil pecahan batuan tersebut melalui jalur yang sudah disiapkan.

 

“Badan bijih kemudian akan mengalami runtuh secara terus menerus, yang menghasilkan aliran runtuhan bijih yang konstan,” papar Masagus.

 

Menurutnya, kondisi batuan yang tergolong lunak itu membuat proses peruntuhan menjadi mudah. Sekali ditusuk, bijih akan mengalir turun dengan deras.

 

“Batuan kita masuk jenis soft rock, beda dengan Jepang misalnya. Jadi untuk kondisi Indonesia tingkat pelapukan kita ditentukan oleh musim, hujan panas hujan panas. Intensitas kita lebih tinggi. Secara umur geologi, batuan kita juga muda,” kata pria yang menyabet gelar doktor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

 

Tapi di sisi lain, keunggulan tersebut justru dapat berubah jadi ancaman. Sifat batuan yang lunak punya risiko berbahaya apabila proses block caving tidak dilakukan dengan manajemen yang baik.

 

“Bila runtuhan berhenti mendadak, dan pengambilan bijih dilakukan secara terus menerus, maka suatu rongga besar akan terbentuk dan dapat menghasilan potensi ambrukan yang mematikan dan masif,” tegas Masagus.

 

Selain itu, ia juga menyoroti soal potensi bahaya lumpur basah. Para pekerja di tambang bawah tanah Freeport dapat tertimbun sewaktu-waktu kalau lumpur basah mengucur.

 

“Di tambang Freeport ini terdapat material tertentu yang apabila bercampur dengan air, maka air ini akan berubah jadi lumpur dan mengancam para pekerja di tambang bawah tanah. Ini yang saya kritisi soal Freeport, kita perlu dorong pembentukan tim pakar yang khusus meneliti (lumpur basah) itu,” beber Masagus.

 

Meski demikian, dosen yang merangkap sebagai Wakil Dekan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti itu meyakini, sumber daya manusia di Indonesia sanggup untuk mengoperasikan tambang bawah tanah milik Freeport. Berdasarkan kunjungannya beberapa kali ke tambang Grasberg, Papua, dia melihat ada perubahan pada komponen pekerja di Freeport. Berubah menjadi diisi oleh pekerja lokal yang semula didominasi pekerja asing.

 

“Kita secara potensi, mampu untuk mengoperasionalkan Freeport, dulu banyak orang asing, sekarang manajemennya dipegang orang Indonesia,” tutup Masagus.