Beranda ENERGI Kelistrikan Mega Proyek 35 GW Butuh Insentif dalam Jangka Pendek

Mega Proyek 35 GW Butuh Insentif dalam Jangka Pendek

Jakarta-TAMBANG. Pemerintah diharapkan memberikan insentif dalam jangka pendek agar menarik minat investor untuk menyukseskan proyek listrik 35 GW.. Peluang dalam mega proyek ini antara lain akan melibatkan 107 proyek dengan nilai mencapai Rp 1.100 triliun, menyerap 400 ribu pekerja, dan 25% khusus dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan.

 

Pesan itulah yang ingin disampaikan dalam diskusi Forum Energi Alumni ITB yang digelar Kamis malam (14/1) di kawasan Senayan, Jakarta. Hiramsyah Sambudhy Thaib, Direktur Utama Teknologi Riset Global Investama yang juga penggagas acara tersebut menegaskan bahwa alumni ITB sejak lama telah menjadi bagian penting dari Industri Kelistrikan Indonesia. Mereka ada di semua bidang industri kelistrikan mulai dari birokrat, wakil dari investor, EPC contractor, operator, fuel supplier, konsultan dan wakil dari lembaga keuangan.

 

“Bila semua kita bersinergi, maka saya yakin akan menjadi kekuatan baru untuk suksesnya program pemerintah ini. Jika semua duduk bersama seperti saat ini, semua masalah-masalah yang menghambat bisa teratasi,” kata Hiramsyah. Ia menyarankan agar para praktisi energi membantu almamater dalam pembaruan kurikulum dan mendorong riset nasional.

 

“ITB harus memberi masukan kepada pemerintah bahwa yang harus diperbaiki tidak hanya teknologi dan infrastruktur, tetapi mentalitas sumber daya manusia. Sering-seringlah ngobrol dan berkolaborasi,” pesannya.

 

Acara yang dikemas dengan santai namun padat itu mengambil tema “Menyukseskan Program Kelistrikan 35 GW: “Peluang, Keterlibatan, dan Kontribusi Alumni ITB”. Acara yang dipandu Agung Wicaksono dari Kementerian ESDM tersebut dihadiri oleh para alumni senior dari berbagai latar belakang kepemimpinan di berbagai industri, terutama di sektor energi.

 

Luluk Sumiarso, mantan Dirjen EBTKE menegaskan bahwa sinergi ITB menjadi satu kekuatan besar dalam dan menggalang potensi alumni untuk mewujudkan dan menyukseskan proyek listrik 35 GW. Oleh karenanya komunikasi antar alumni harus tetap terjaga. Hal yang sama dikemukakan oleh Ami, Pendiri Institute Ekonomi Energi Indonesia. Ia menyatakan bahwa sejak awal pemerintah perlu melakukan kajian secara spesifik agar investor tertarik untuk terlibat. Perlu strategi khusus agar tema sinergi mampu mendukung keberhasilan, di mana antara teknologi, pemilik modal, dan skill harus bersinergi.

 

Sementara Eddy Danu dari Indika Energy menyambut penuh kegembiraan program ini. Dalam pandangannya, Edy mengaku bahwa banyak peraturan yang mendukung pelaksanaan program ini. Gde Pradnyana dari SKK Migas menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga pemerintahan. “Harus dibuat sinergi antarlembaga agar PLN tidak sendirian. Harus jelas arahnya apakah PLN akan dijadikan sumber profit bagi negara atau sekadar diberi penugasan oleh pemerintah untuk menyediakan listrik,” tegasnya.

 

Sementara Bakti Luddin dari Wijaya Karya menegaskan bahwa sinergi menjadi hal yang sangat penting, “Di sektor listrik banyak sekali lika-likunya. Investasi dan operasional adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena perlu sinergi yang saling mendukung,” paparnya.

 

Rudianto Rimbono dari SKK Migas menegaskan pentingnya ketersediaan energi dalam proyek listrik ini. “Pemerintah telah fokus kepada gas domestik sejak 2002, dimana semua kontrak ekspor tak diperpanjang lagi sejak itu. Tahun 2016 ini alokasi gas untuk domestik sebesar 64 persen,” katanya.

 

Imron Gazali dari Medco Energi Internasional mengkritisi besarnya dana yang harus disiapkan dalam keterlibatan mega proyek ini. “Untuk proyek listrik 35 GW ada persyaratan berat yakni harus ada dana di awal hingga 10 persen. Ini saya rasa cukup memberatkan,” katanya.

 

John Karamoy, tokoh senior energi, alumni ITB tahun 1957 mengingatkan agar kita terus memikirkan sumber energi masa depan. “Hidup kita sudah diatur migas, sehingga semua yang tumbuh, harus dikembangkan dengan migas.  Apa yang terjadi kalau migas habis. Maka fokus kita ke depan adalah renewable energy,” ujarnya.

 

Hiramsyah mengapresiasi kehadiran para alumni dalam pertemuan itu, meski situasi keamanan Jakarta sedang terganggu. Ada keraguan antara batal atau tetap jalan. Kalau tetap jalan takut dianggap tidak peduli, sementara kalau batal berarti tujuan teroris berhasil, yakni mengacaukan situasi. Tetapi nyatanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat, tidak bisa disetir dan takuti oleh siapapun.