Beranda Tambang Today MBAP Tunggu Lanjutan Teknis Transfer Kuota Batu Bara

MBAP Tunggu Lanjutan Teknis Transfer Kuota Batu Bara

Jakarta, TAMBANG – PT Mitrabara Adiperdana menunggu teknis lanjutan dari pemerintah mengenai opsi transfer kuota batu bara Domestic Market Obligation (DMO) 25 persen.

 

Pasalnya, emiten yang terdaftar di Bursa Efek dengan kode MBAP ini telah menerima surat pemberitahuan,  bahwa Ditjen Minerba Kementerian ESDM akan membuka opsi tersebut.

 

“Berdasarkan surat terakhir dari Minerba bisa transfer kuota. Kita masih menunggu juga. Kira-kira pedoman juklaknya seperti apa,” kata Direktur Utama MBAP, Widada kepada awak media saat ditemui di Jakarta, Selasa (22/5).

 

Widada mengaku sangat menanti informasi lebih lanjut dari pemerintah. Sebab, MBAP membutuhkan mekanisme transfer itu. Kata Widada, pihanya paling banter hanya bisa memenuhi kewajiban DMO hingga 15 persen. Sedangkan sisanya akan ditunaikan melalui opsi transfer.

 

“Mungkin gak akan banyak juga yang terserap ke sana paling 10-15 persen. Untuk domestik ini, kita akan berkoordinasi dengan grup. Kita secara grup banyak melakukan penjualan domestik dari tambang-tambang kita,” ujar Widada.

 

Ia berencana akan melakukan transfer kuota dengan sesama perusahaan di dalam grup. Bila dikalkulasi secara keseluruhan, induk perusahaan MBAP memang menjual produknya hampir 50 persen ke pasar domestik. Jadi sangat memungkinkan membeli sendiri kuota perusahaan sesama anak MBAP, yang sudah memasok lebih dari 25 persen ke domestik.

 

Terkait alasan, setidaknya ada dua kendala yang menyebabkan MBAP tidak bisa kejar target pasok domestik. Pertama, soal jarak, kebanyakan market domestik berada di Pulau Jawa, sedangkan tambang MBAP berada di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Sejauh ini, MBAP hanya bisa memasok ke industri lokal di sekitar sana, dan jumlahnya tidak lebih dari 25 persen angka produksi. Kedua, soal spesifikasi. Batu bara MBAP memiliki kadar yang terlalu tinggi untuk pembangkit listrik di Indonesia.

 

“Secara kualitas kita batunya 54-56, mungkin tidak banyak juga power plant sekarang yang bisa menerima batunya kita. Kita harus sangat selektif memilih,” terang Widada.

 

Maksudnya, batu bara milik MBAP rata-rata berkalori 5400-5600 kcal. Sedangkan kebanyakan power plant atau pembangkit di Indonesia rata-rata menggunakan batu bara kalori 4000-an kcal.

 

“Kita pasti akan coba penuhi DMO, kita akan coba bekerjasama dengan grup. Dan saya kira peraturan soal DMO akan terus bergerak, kita terus konsultasi dengan (Kementerian) ESDM. Memang kita secara CV (spesifikasi) secara jarak memang kalah,” selorohnya.

 

Hal senada disampaikan juga oleh Direktur Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia. Menurutnya, alasan utama perusahaan batu bara belum bisa menunaikan kewajiban DMO, karena jenis atau tipe batu bara yang dibutuhkan di dalam negeri, tidak sesuai dengan yang diproduksi oleh perusahaan tersebut.

 

“Banyak perusahaan (anggota APBI) yang belum memasok dan tidak bisa memasok karena speknya tidak sesuai,” tutur Hendra.

 

Sebagai informasi, ketentuan DMO 25 persen ini diatur berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018. Persentase DMO minimal 25 persen, diwajibkan untuk para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah memasuki tahap operasi produksi.

 

Bagi perusahaan yang tidak memenuhi persentase minimal DMO, akan dikenakan sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun depan. Selain itu, pengurangan kuota ekspor akan dikenakan sesuai jumlah DMO yang tidak terpenuhi.