Jakarta, TAMBANG – Perluasan mandatori Biodiesel akan meningkatkan permintaan kelapa sawit di dalam negeri. Dari sisi hulu, terdapat masalah yang bila tidak segera ditangani, maka akan mengancam ketersediaan pasokan Biodiesel.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi mengatakan, ancaman tersebut ialah soal kesiapan tenaga ahli perkebunan sawit.
Menurutnya, sektor sawit masih dihinggapi oleh cara pandang negatif. Generasi muda di Indonesia enggan untuk berkecimpung di dunia perkebunan sawit. Buktinya, institusi pendidikan khusus sawit masih sepi peminat.
“Salah satu permasalahan ancaman kita adalah SDM (Sumber Daya Manusia) yang terampil,” kata Dedi saat menghadiri diskusi bertajuk Biodiesel Untuk Ketahanan Energi, Kamis (27/9).
Ia memberi contoh, salah satu mahasiswa Politeknik Sawit di wilayah Bekasi, Jawa Barat, berpendapat bahwa petani sawit identik hidup sengsara. Ia harus rela hidup di tengah hutan, dan bergumul dengan binatang.
Dedi menduga, cara pandang demikian muncul akibat derasnya kampanye asing yang ingin melemahkan sawit nasional. Terpaan kampanye kerap kali berganti-ganti.
“Dulu kita masih ingat ditakuti ancaman kebakaran hutan. Perkebunan sawit selalu dinisbatkan dengan pembebasan lahan yang brutal. Sekarang (isu) itu sudah turun,” ungkap Dedi.
Menurutnya, kampanye sengaja ditebar akibat perang dagang internasional. Ada upaya untuk melemahkan produk turunan sawit nasional, khususnya Biodiesel.
“Kita tahu kualitas (Biodiesel) kita adalah yang terbaik di seluruh dunia,” tutup Dedi.