Beranda Tambang Today Koaksi Indonesia: Pemerintah Harus Urai Masalah Rantai Pasok B20

Koaksi Indonesia: Pemerintah Harus Urai Masalah Rantai Pasok B20

Konferensi Pers Koaksi Indonesia, Rabu (10/10)

Jakarta, TAMBANG – Lembaga non pemerintahan, Koaksi Indonesia merilis hasil kajian terbarunya soal B20. Salah satu hasilnya, meminta pemerintah agar mengurai permasalahan B20 khusus dari sisi rantai pasok.

 

Peneliti Koaksi, Kevin Alexander mengatakan, implementasi bahan bakar solar yang dicampur minyak sawit dengan kadar 20 persen itu masih menyisakan masalah pada sektor hulu dan hilir. Sebelum penerapannya dikembangkan lebih jauh ke arah B30, menurutnya, kendala yang mengancam kepastian rantai pasok B20 perlu diselesaikan terlebih dahulu.

 

“Integrasi dalam perumusan kebijakan penerapan mandatori biodiesel harus dilakukan secara lintas sektor. Karena biodiesel juga mencakup berbagai sektor yang saling terkait,” ujar kevin di kantornya, Rabu (10/10).

 

Dia memberi rincian, dari sisi hulu, setidaknya masalah produktivitas petani patut dikaji lebih dalam lagi. Para petani swadaya cenderung menggunakan bibit sawit tanpa sertifikasi. Hasil panennya hanya mencapai 2,5 ton per hektare. Padahal, angka ideal panen, bila menggunakan bibit unggul, mampu menghasilkan 7,8 ton per hektare.

 

Ia mengangkat contoh pembibitan yang dilakukan oleh petani plasma, yaitu Grup Wilmar. Dari luas lahan yang sama, Wilmar mampu meraup hasil panen hingga dua kali lipat dibandingkan hasil dari petani swadaya.

 

“Sedangkan untuk perusahaan seperti Wilmar, mereka punya tempat pembibitan sendiri. Walaupun dari luar kota, hasilnya bisa dua kali lipat,” beber Kevin.

 

Lalu dari sisi hilir, sasaran mandatori biodiesel diperluas hanya untuk menolong kondisi ekonomi yang sedang tertekan. Sehingga keberlanjutan pengawalan mandatori masih rentan berubah-ubah.

 

“Pengusaha merasa bahwa kebijakan biodiesel di Indonesia seakan-akan hanya sebagai jalan keluar untuk menguatkan devisa negara dan neraca perdagangan,” beber Kevin.

 

Sebagaimana diketahui, mandatori dilepas ke publik bersamaan dengan situasi mata uang rupiah yang merosot ke level terendah. Terkait isu pengurangan emisi gas rumah kaca, atau sisi ramah lingkungan dari biodiesel, tidak dominan dijadikan perhatian.

 

“Kepastian pasar pengusaha biodiesel di Indonesia sangat tergantung dengan dinamika kebijakan yang diterapkan pemerintah,” jelas Kevin.

 

Untuk itu, Koaksi Indonesia mendesak pemerintah agar tidak tergesa-gesa meningkatkan taraf campuran biodiesel ke angka 30 persen. Sebelum itu dilakukan, semestinya pemerintah membereskan dulu lubang-lubang kecil yang mengancam keberlangsungan implementasi B20.