Jakarta,TAMBANG, Tambang ilegal di Desa Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara kembali menelan korban jiwa. Dua penambang diberitakan meninggal di lokasi tambang yang saat ini telah dinyatakan tutup. Dari informasi yang berhasil dihimpun, pada Minggu (29/7) malam telah terjadi kecelakaan. Dua penambang yakni Candra Sabir alias Ang (33) dan Suhendri Anggol alias Su (41) dinyatakan meninggal dunia.
Ini menambah panjang deretan korban jiwa dari aktivitas penambangan ilegal di Desa Bakan. Pada 2017 silam, ada 6 orang penambang meninggal tertimpa longsor. Kemudian pada Februari 2019 silam, terjadi longsor di salah satu lokasi tambang yang menewaskan puluhan penambang. Dari data kepolisian, terdapat 19 orang dinyatakan masih hidup sementara 21 orang dinyatakan meninggal, atau yang salah satu organ tubuhnya ditemukan. Tidak berhenti disitu, pada April 2019 juga terjadi kecelakaan yang menewaskan satu penambang atas nama Wawan Mokodompit.
Terkait hal ini, Theo Runtuwene, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Utara mengaku turut prihatin. Pihaknya pun menyerukan pada Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk serius menangani tambang ilegal ini.
“Kita prihatin harus ada korban yang meninggal. Sejak awal kami konsisten menolak aktivitas penambangan ilegal di Bakan, karena telah menelan banyak korban jiwa. Bahkan pada Februari 2019 lalu, ada ratusan penambang ilegal yang meninggal tertimbun longsor,” tandas Theo.
Theo meminta pihak Kepolisian untuk konsisten melakukan penertiban. “Kami minta agar pihak Kepolisian memastikan bahwa lokasi tersebut harus benar-benar steril dari aktivitas penambang ilegal karena merusak lingkungan. Termasuk pemanfaatan sianida dan limbah B3 lainnya,” lanjut Theo.
Walhi menduga aktivitas penambangan ilegal ini bertahan karena ada aktor-aktor yang berperan di belakang kegiatan tersebut. “Aktivitas penambang ilegal di Bakan bukan hanya ‘masalah perut’, tetapi polisi harus bisa mengungkap aktor-aktor intelektual dibalik maraknya kegiatan Peti,” tandas Theo.
Dalam nada yang hampir sama, Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Firdaus Mokodompit mengatakan tambang ilegal yang ada di Bolaang Mongondow harus ditertibkan.
“Masih ada korban yang meninggal di lokasi tambang ilegal ini menunjukkan bahwa upaya penertiban yang dilakukan Pihak Kepolisian belum optimal,” terang Firdaus.
Firdaus mengaku prihatin, “Dengan banyaknya korban yang meninggal, sebenarnya menunjukkan aktivitas penambangan ilegal di Bakan sudah tidak aman. Oleh karenanya, kami mendorong Pemerintah Daerah dan aparat penegak hukum untuk menertibkannya. Kita harus berupaya maksimal memutus rantai korban dari tambang ilegal tersebut,” tandas Firdaus.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengambil sikap tegas dengan melakukan penertiban atas aktivitas penambangan ilegal. Lokasi tambang ilegal tersebut dinyatakan ditutup. Aparat Kepolisian pun ditempatkan disana untuk memastikan tidak ada lagi aktivitas penambangan.
Kapolres Kotamobagu Gani F Siahaan dalam salah satu kesempatan mengakui masalah tambang di Bolaang Mongondow adalah masalah lama yang belum ada solusinya. “Pemerintah dari dulu sudah mencari solusi karena masyarakat sekitar lokasi tambang ini sudah menggantungkan hidupnya dari pertambangan. Ditambah lagi adanya metode baru dalam mengolah emas yakni penyiraman menggunakan sianida,” terang Kapolres Gani.
Berdasarkan data dari pihak Kepolisian, masyarakat yang masuk untuk menambang di lokasi tersebut sekitar 887 orang. “Mereka tidak hanya berasal dari Desa Bakan, tetapi juga dari daerah lain. Mereka masuk dan menambang di daerah yang masih menjadi bagian dari wilayah Kontrak Karya milik PT JRBM. Bahkan ada yang sudah menggunakan alat berat, sehingga kami memutuskan untuk melakukan penertiban,” terang Kapolres Gani kala itu.
Sejauh ini langkah tersebut terbilang cukup efektif. Lokasi tambang ilegal mulai sepi dari aktivitas penambangan ilegal. Meski masih dijumpai ada masyarakat yang coba masuk ke lokasi tersebut. Pihak Kepolisian yang rutin berjaga dan berpatroli di lokasi tersebut ketika bertemu penambang akan meminta mereka pulang.
Salah satu solusi yang saat ini mengemuka adalah penerbitan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Setelah WPR diterbitkan maka didalamnya bisa diterbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Pemerintah Kabupaten Bolaangmongondow mengaku telah mengajukan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sejak 2017.
Sebagaimana diketahui permohonan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diajukan oleh Pemerintah Provinsi atas persetujuan DPRD. Hal ini penting karena terkait dengan alokasi anggaran untuk kegiatan studi kelayakan dan AMDAL.