Jakarta,TAMBANG, Menteri ESDM Arifin Tasrif hari ini telah melantik Ridwan Djamaluddin sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Ridwan menggantikan Bambang Gatot Aryono yang sejak 1 Mei 2020 silam memasuki masa purna bakti. Banyak harapan yang dititipkan pada Mantan Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) juga menyampaikan beberapa harapan terkait tata kelola industri nikel nasional. Hal pertama terkait tata niaga nikel terutama terkait pelaksanaan Permen No. 11 tahun 20 tentang HPM mulai dari harga transaksi, penggunaan surveyor dan peran trader smelter.
Hal kedua terkait permintaan dan pasokan kebutuhan Smelter atas bijih nikel, berdasarkan total kebutuhan Smelter dengan persetujuan RKAB.
“Hal ketiga terkait upaya menjaga ketahanan cadangan nikel Indonesia. Ini dilakukan dengan mengatur sumber cadangan nikel kadar rendah yang sampai saat ini tidak diterima Smelter lokal. Salah satunya membatasi kontrak transaksi penjualan bijih nikel maksimal kadar 1.8%. Sehingga kadar bijih nikel yang di atas 1.8% bisa digunakan untuk blending dengan bijih nikel kadar rendah,”tandas Sekretaris Jenderal APNI Meydi Katrin Lengkey.
APNI juga berharap Dirjen yang baru memberi sanksi tegas terhadap maraknya tambang ilegal seperti aktivitas penambangan di hutan lindung dan blok bekas PT Vale Indonesia yang masih status quo serta kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal.
“Kami juga berharap Dirjen yang baru berkoordinasi dengan KLHK untuk mencari jalan terbaik atas wilayah IUP yang masuk wilayah hutan, sehingga bisa dilakukan eksplorasi detail,”ungkap Meydi.
Dirjen juga diharapkan bisa memediasi untuk mendapatkan jalan terbaik antara penambang dan Smelter. “Terakhir Dirjen yang baru perlu mulai melakukan pembatasan saham asing atas penguasaan IUP-IUP pertambangan nikel,”tutup Meydi.