Jakarta-TAMBANG. Keberadaan induk usaha (holding) badan usaha milik negara (BUMN) di sektor energi yang segera ditetapkan pemerintah akan memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan industri. Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan selaku konsumen gas, masyarakat dan industri akan memperoleh jaminan pasokan dan harga gas yang lebih terjangkau melalui keberadaan holding tersebut.
Menurut Komaidi, pemerintah akan memperoleh manfaat dengan adanya penyederhanaan. Bagi PT Perusahaan Gas Negara (Persero)/PGN Tbk, holding akan menguntungkan karena perusahaan memperoleh jaminan pasokan gas. Sedangkan PT Pertamina (Pesero) akan memperoleh tambahan aset.
“Bagi masyarakat dan industri tentu ada jaminan pasokan dan harga gas yang terjangkau, apalagi ke depan penggunaan gas domestik juga diproyeksikan meningkat,” ujar Komaidi di Jakarta.
Permintaan gas bumi untuk industri di Indonesia selama 2016-2030 diprediksi cukup tinggi. Mulai 2016 sampai dengan 2019, permintaan gas diprediksi naik dari 1.100 BBTUD (Billion British Thermal Unit per Day) menjadi 2.000 BBTUD. Namun setelah 2019, permintaan gas bakal stagnan hingga 2024.
Kajian Kementerian ESDM mencatat, permintaan gas domestik kembali ditaksir naik mulai 2025, mencapai 2.300 BBTUD. Pada tahun itu, pasokan gas domestik masih di level tinggi sebesar 3.700 BBTUD.
Setelah 2025, permintaan gas domestik akan flat hingga 2030. Dalam Peta Jalan Kebijakan Gas Bumi Nasional 2014-2030 disebutkan, Indonesia butuh tambahan pasokan gas sebesar 3.000 BBTUD guna mencapai target Dewan Energi Nasional dalam Pemenuhan Kebutuhan Energi Nasional pada 2025 sebesar 8.249 BBTUD atau 20 persen Bauran Energi Nasional.
Komaidi mengatakan pembentukan holding meningkatkan efisiensi karena akan ada penyatuan infrastruktur antara Pertamina dan PGN. Selain itu, dengan adanya lembaga baru nanti, penugasan akan lebih sederhana, salah satunya adalah persoalan keterbukaan akses, yang selama ini selalu bermasalah. “Dengan adanya holding, persoalan itu akan selesai,” katanya.
Berly Martawardaya, pengamat energi dari Universitas Indonesia, mengatakan dengan adanya holding, infrasruktur gas yang dimiliki PGN dan PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina, akan menjadi satu kesatuan. Dengan menjadi satu kesatuan, penggunaan infrastruktur cukup satu pintu.
“Infrastruktur pipa akan sambung menyambung dan swasta cuma perlu sekali berkontrak sehingga admin-nya lebih cepat dan harga bisa lebih murah,” kata dia.
Guru besar manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali sebelumnya menyatakan penggabungan PGN ke dalam Pertamina akan menghilangkan segala bentuk inefisiensi sehingga biaya-biaya bisa ditekan dan harga gas ke masyarakat bisa turun. Holding mengharuskan ada pengintegrasian sehingga strategi dirumuskan dari atas dan menghindari dari segala sesuatu yang sifatnya terduplikasi.
“Dengan adanya holding, anak-anak usaha tidak berkompetisi, melainkan saling memperkuat. Kalau berkompetisi itu masing masing adu kuat, jadi membangun unit sendiri-sendiri. Padahal kapasitas terpakai jauh dibawah kapasitas terpasang , jadi nanti imbasnya ke konsumen karena cost nanti dibebankan ke konsumen,” kata dia.
Dengan bergabungnya PGN ke Pertamina, lanjut Rheinald, biaya yang timbul bisa ditekan, biaya transaksi yang selama ini terjadi di antara dua perusahaan, biaya komepetisi juga akan berkurang, konsumen juga akan mudah mencari gas. “Selama ini konsumen diharuskan memilih apakah Pertagas atau PGN. Ke depan nanti jadi sama saja,” tegasnya.