Jakrta,TAMBANG, Salah satu aspek penting dalam tata kelola petambangan yang baik dan benar adalah pengelolaan lingkungan. Selama ini kegiatan pertambangan dinilai sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Oleh karenanya semua stakeholder pertambangan terus didorong meningkatkan tata kelola lingkungan dalam kegiatan penambangan.
Pemerintah sebagai regulator dan pembina pun punya semangat yang sama. Pemerintah terus mendorong pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan terpadu dengan pertumbuhan ekonomi lewat kegiatan pertambangan. Harmonisasi ini tertuang dalam dokumen kebijakan mineral dan batu bara. Sehingga kegiatan pertambangan mampu memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan sosial.
“(Dokumen) kebijakan ini kita susun untuk memberikan nilai manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia secara adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin saat membuka acara Sosialisasi Kebijakan Minerba di Indonesia secara daring pekan lalu.
Konsep pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan masyarakat yang berkelanjutan pada kegiatan pertambangan minerba dilakukan demi memitigasi penurunan kualitas lingkungan hidup terhadap air, tanah, udara. Juga terganggunya keanekaragaman hayati yang dapat berpengaruh pada perubahan keseimbangan ekologi.
Secara rinci, Direktur Penerimaan Minerba Muhammad Wafid menjelaskan implementasi sistem manajemen lingkungan hidup pertambangan harus dilakukan mulai dari tahapan kegiatan eksplorasi sampai pascatambang. “Kebijakan ini harus dilakukan secara sistematis dan terpadu dengan mengedepankan penegakan hukum,” ungkap Wafid.
Ia pun mendorong kepada pelaku usaha aga melakukan identifikasi dampak lingkungan yang menjadi dasar bagi penentuan parameter lingkungan yang akan dikelola selama tahapan kegiatan pertambangan berlangsung serta menjadi acuan dalam menghitung biaya lingkungan.
Wafid pun membeberkan strategi nyata pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, melakukan efisiensi pemakaian sumber daya, seperti air dan energi, mendaur ulang material, upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta pengelolaan limbah dan sisa hasil pengolahan dan/atau pemurnian.
Kedua, menyusun studi kelayakan dan dokumen lingkungan hidup yang dilakukan secara komprehensif dengan prinsip-prinsip tidak saling bertentangan.
Ketiga, penilaian resiko dan manajemen resiko lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam sistem manajemen lingkungan hidup pertambangan yang mengakomodir seluruh resiko pada parameter lingkungan hidup dan mitigasi yang dilakukan sekaligus sebagai penilaian untuk kelanjutan tambang dan/atau investasi.
Keempat, pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara dalam hal pengelolaan lingkungan hidup hendaknya mengacu pada dokumen lingkungan hidup yang diterbitkan oleh instansi yang membidangi lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
Kelima, perencanaan reklamasi dan perencanaan pascatambang disusun mengacu kepada dokumen lingkungan hidup, rencana tata ruang wilayah nasional, serta mengakomodir masukan dari para pemangku kepentingan.
“Reklamasi dilakukan pada setiap tahap kegiatan pertambangan sebagai langkah rehabilitasi area bekas kegiatan pertambangan secara progresif dan merupakan aspek integral dalam perencanaan dan pengembangan tambang,” pungkas Wafid.