Beranda Korporasi Di 2020, Produksi Logam Timah TINS Capai 45.698 Ton

Di 2020, Produksi Logam Timah TINS Capai 45.698 Ton

Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan tambang timah plat merah PT Timah,Tbk (TINS) merilis kinerja tahun 2020. Para pemegang saham pun telah sepakat dengan laporan kinerja operasional dan keuangan perusahaan melalui RUPS Tahun Buku 2020 yang dilaksanakan hari ini, di Jakarta, Selasa (6/4) .

Pandemi covid-19 yang melanda dunia di sepanjang 2020 turut mempengaruhi kinerja TINS. Ini terlihat dari kinerja keuangan dan juga kinerja operasional perusahaan yang berkantor pusat di Bangka ini sepanjang tahun lalu.

Di 2020, TINS mencatat penjualan sebesar 55.782 ton atau 16,28% dari total konsumsi timah dunia. Timah yang diproduksi TINS dikirim ke  pasar Asia (68%), disusul Eropa (17%) dan Amerika (14%). Sementara konsumsi domestik hanya berkontribusi 2%.

Dari sisi produksi, sampai dengan Desember 2020 TINS berhasil menghasilkan bijih timah sebesar 39.757 ton. Artinya turun sebesar 51,79% dari total produksi bijih timah di 2019 sebesar  82.460 ton. Dari pencapaian tersebut 71,35% berasal dari penambangan darat sedangkan sisanya 28,65% berasal dari penambangan laut.

Kemudian produksi logam timah juga turun 40,18% menjadi sebesar 45.698 ton dari tahun sebelumnya sebesar 76.389 ton. Meski demikian kondisi ini tidak menyurutkan manajemen TINS untuk memenuhi permintaan konsumen di tengah harga yang dalam trend menguat.

Dengan memanfaatkan persediaan logam timahnya, TINS berhasil membukukan penjualan logam timah sebesar 55.782 ton. Dibanding 2019 yang mencatat penjualan logam timah sebesar 67,704 ton atau penurunan 17,61%.

Dari sisi kinerja keuangan, TINS berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 15,22 triliun. Juga lebih rendah 21,33% dari tahun sebelumnya sebesar Rp19,34 triliun.

Berbanding lurus dengan pendapatan, beban pokok pendapatan turun sebesar 22,54% menjadi Rp 14,10 triliun dari tahun sebelumnya Rp 18,20 triliun. Rasio finansial yang menjadi salah satu indikator membaiknya performa sebuah emiten. Pada tahun 2020 rasio Gross Profit Margin (GPM) adalah 7,36% atau membaik dari tahun sebelumnya 5,91%.

Hal serupa terlihat pula dari rasio Net Profit Margin (NPM) yang menjadi minus 2,24% dibandingkan tahun 2019 sebesar minus 3,16%. Membaiknya finansial TINS terlihat dari beberapa perspektif berikut, diantaranya cashflow operasi sebesar Rp 5,40 triliun atau naik dibandingkan tahun 2019 sebesar minus Rp 2,08 triliun. EBITDA naik menjadi Rp 1,16 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 909 miliar.

Sementara Modal Kerja Bersih meningkat signifikan menjadi sebesar Rp 692,09 miliar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 348,87 miliar. Pada periode tahun 2020 Perseroan berhasil menurunkan utang bank sebesar Rp 4,22 triliun. Di tahun 2019 utang bank mencapai Rp 8,79 triliun. Di samping itu, TINS juga berhasil melunasi obligasi dan sukuk yang telah jatuh tempo pada September 2020 sebesar Rp 600 miliar. Sehingga total utang berbunga turun sebesar Rp 4,82 triliun.

Adapun rugi bersih TINS pada periode 2020 tercatat sebesar Rp 341 miliar atau lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp 611 miliar.  Pada tahun 2020 TINS melakukan penyesuaian atas aktiva pajak dan penurunan kinerja anak perusahaan yang tercermin melalui rugi penurunan nilai aset tetap serta penurunan nilai piutang turut berkontribusi terhadap belum optimalnya kinerja keuangan Perseroan secara konsolidasian.

“Perubahan nomenklatur adalah hal yang wajar dilakukan mengingat tantangan perusahaan kedepan dan untuk itu kita optimis perusahaan akan menjawab tantangan dengan lebih baik lagi” jelasnya.

Meski demikian Manajemen mengaku optimis dengan pasar timah ke depan. Memasuki tahun 2021 harga komoditas logam timah tengah membaik Ini ditopang oleh menipisnya persediaan logam timah di London Metal Exchange (LME).

Di tahun 2020 produksi timah dunia sebesar 327.200 ton atau turun 7,70% dari tahun sebelumnya sebesar 354.500 ton. Adapun tingkat konsumsi timah dunia 2020 turun 4,62% menjadi sebesar 342.600 ton dari tahun 2019 yang menyentuh 359.200 ton. Defisit timah dunia pada masa pandemi terus melebar dari sebesar 4.700 ton pada 2019 menjadi sebesar 15.400 ton pada 2020.

Memanfaatkan potensi tersebut TINS terus bertransformasi menjadi perusahaan yang inovatif dan ramah lingkungan dalam eksploitasi timah di wilayah operasionalnya. Penambangan dilakukan melalui prosedur Good Mining Practice (GMP) mengusung prinsip effective and cost-friendly mining method dalam penambangan timahnya.

Manajemen juga memastikan kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk mendukung keberlangsungan bisnis TINS ke depannya. Bangka Belitung dan Kepulauan Riau masih akan menjadi lokasi utama penambangan timah, karena potensinya yang diprediksi masih cukup besar. Namun demikian tipe exploitable tin deposit akan berubah dari alluvial reserve menjadi primary reserve dengan tetap mengedepankan effective and cost-friendly mining method.