Jakarta,TAMBANG,-Indonesia masih sangat bergantung pada batu bara sebagai sumber energi khusus listrik. Data menyebutkan di tahun 2020, porsi batu bara sebagai pemasok listrik nasional sebesar 50,3%. Padahal batu bara merupakan sumber energi fosil yang akan habis. Selain itu termasuk dalam sumber energi kotor. Oleh karenanya Pemerintah perlu mendorong diversifikasi sumber energi untuk sektor ketenagalistrikan.
Ini tentu menjadi tantangan dalam melaksanakan transisi energi di sektor ketenagalistrikan Indonesia. Hal lain lagi, selain sebagai sumber energi listrik, batu bara juga merupakan komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang memberi dampak positif pada neraca dagang Indonesia.
Pada tahun 2019, Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 Mt dengan valuasi sebesar USD 34 milyar. Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat menemukan strategi yang tepat dalam melakukan dekarbonisasi bidang berbasis energi, khusunya di sektor ketenagalistrikan. Disaat bersamaan menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi tetap terjadi. Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya publik Indonesia dalam merealisasikan transisi energi di Indonesia.
Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan Program Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia. Bappenas menggandeng lembaga pemerintah Jerman, GIZ dan think tank untuk issue energi, IESR, berupaya menjawab kebutuhan pemerintah Indonesia terkait transisi energi. Terkait dengan itu lewat sebuah diskusi interaktif lintas pemangku kepentingan dengan tema Peran Sektor Batu bara dalam Menghadapi Tantangan Transisi Energi di Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, Rachmat Mardiana, selaku Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas mengatakan Indonesia melihat pentingnya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional. “Pemenuhan kebutuhan listrik akan diarahkan dari listrik terbarukan yang juga banyak tersedia di berbagai daerah di Indonesia. Peran pembangkit batu bara akan secara terus menerus dikurangi. Implementasi kebijakan tersebut membutuhkan upaya yang menyeluruh, bersinergi dan berkesinambungan,”terang Rachmat.
Ia juga menyebutkan aspek teknis, finansial dan juga sosial termasuk munculnya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan perlu dipersiapkan. Proses transisi juga perlu dipastikan melalui proses perencanaan pembangunan baik jangka panjang, menengah maupun tahunan.
Indonesia memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengejar target program iklimnya, pertukaran informasi dan pengetahuan dengan negara-negara lain sangat dibutuhkan guna memperkaya khazanah sektor energi. Dalam kesempatan yang sama, ada tiga pakar energi turut berbagi pengalaman dalam mengurangi tingkat ketergantungan pada batu bara.
Kementerian Federal Ekonomi dan Energi Jerman berbagi pengalaman yang disampaikan oleh Jan Kristof Wellershoff. Ia mengatakan, “Dunia terus berusaha untuk menjauh dari sumber energi yang volatile atau rapuh dari sudut pandang ekonomi. Energi bersih terus diupayakan untuk menggantikan sumber dari batu bara,” terang Jan.
Pembicara lain berasal dari operator sistem transmisi kelistrikan, 50Hertz, yang disampaikan Kerstin Maria Rippel dimana tantangan transisi energi tidaklah mudah. “Sebagai negara yang sudah lebih dahulu mempraktekan transisi energi, kami paham Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara yang sudah berpengalaman,”tandas Kerstin.
Dari Australia, Maria Cain selaku CEO Latrobe Valley menjelaskan tentang pentingnya mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi transisi energi dan beradaptasi dengan aktifitas ekonomi baru. Mengingat pentingnya peran batu bara untuk Indonesia. Program CASE Indonesia berinisiatif menyusun strategi komprehensif yang tidak hanya didasari oleh data-data lapangan melainkan juga kesiapan para pemangku kepentingan, baik itu pelaku bisnis batu bara hingga konsumen listrik ataupun batu bara di Indonesia. Tujuannya tidak lain agar transisi energi berjalan mulus dan berkelanjutan. Pada akhirnya ketergantungan pada batu bara perlu segera diakhiri dengan solusi yang tepat tentunya.