Jakarta, TAMBANG – PT Bukit Asam mengumumkan kinerja perusahaan di tahun buku 2019. Emiten pelat merah ini mencetak laba sebasar Rp 4,1 triliun.
Direktur Utama Bukit Asam, Arviyan Arifin mengatakan, torehan tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 5,02 triliun. Penurunan terjadi akibat faktor koreksi harga batu bara yang terjadi sepanjang tahun 2019.
“Kita selama 2019 berhasil melewati masa yang relatif sulit. Kondisi harga tidak sebaik 2018, mengalami penurunan karena banyak faktor. Berkat efisiensi, tahun 2019 berhasil membukukan laba tembus di atas Rp 4 triliun,” ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/3).
Laba tersebut, sambung Arviyan, diperoleh berkat ditopang kenaikan produksi pada tahun 2019 sebesar 10 persen menjadi 29,1 juta ton. Di tahun sebelumnya, Bukit Asam mengeruk batu bara di angka 14,2 juta ton.
Perusahaan dapat menggenjot produksi lantaran kapasitas angkutan batu bara mengalami kenaikan sebesar 13 persen menjadi 28 juta ton. Bukit Asam mengandalkan transportasi kereta api untuk mengangkut batu bara dari Tanjung Enim menuju Tarahan dan Kertapati.
“Didorong oleh faktor peningkatan produksi yang naik 10 persen, 29,1 juta ton. Diikuti peningkatan angkutan dari Tarahan dan Kertapati meningkat 13 persen,” paparnya.
Dari sisi pemasaran, strategi yang dilakukan oleh perusahaan adalah menghindari penjualan ke pasar tradisional seperti China, dengan fokus mengembangkan pemasaran produk batu bara kalori tinggi.
“2018 market share ke China kita kurangi pindah ke India dan Asia Tenggara. Relatif sangat kecil 2020 (penjualan) ke Cina dan Jepang. Kita banyak ke Taiwan permintaan kalori tinggi,” pungkasnya.