Beranda Tambang Today Bos Amman Mineral Beberkan Tantangan Bisnis Smelter Tembaga

Bos Amman Mineral Beberkan Tantangan Bisnis Smelter Tembaga

Jakarta, TAMBANG – PT Amman Mineral Nusa Tenggara merilis perkembangan terkait proses pendirian pabrik pengolahan tembaga miliknya. Pembangunan smelter dikabarkan telah mencapai kemajuan sebesar 13,6 persen.

 

Di tengah proses pendirian smelter yang terus berjalan, Presiden Direktur Amman, Rachmat Makkasau membeberkan tentang rentetan tantangan bisnis hilirisasi mineral yang dihadapinya.

 

Menurut Rachmat, saat ini Amman memproduksi konsentrat tembaga dengan tingkat kemurnian di atas 90 persen. Kalau pengolahannya dinaikkan ke level hampir 100 persen, alias menjadi katoda tembaga, maka akan menyisakan selisih tingkat kemurnian hanya sekitar satu digit. Artinya, keuntungan atau margin yang bakal diperoleh perusahaan nantinya bakal tergolong kecil. Nilai kekonomiannya terlalu tipis.

 

“Kalau margin smelter sendiri, dia hanya 7-8 persen,” ungkap Rachmat saat dijumpai di Jakarta, Selasa (18/6).

 

Posisi nilai tambah yang tinggi pada pengolahan mineral tembaga, sambung Rachmat, berada di industri yang lebih hilir lagi, seperti industri kabel, otomotif, elektronik, dan manufaktur.

 

“Dia tinggi di industri setelah smelter,” tutur Rachmat.

 

Untuk itu, ia berharap supaya Pemerintah tidak hanya fokus mendorong pendirian smelter kepada pelaku usaha di sektor pertambangan, tetapi juga turut mendorong geliat investasi pada sektor industri.

 

“Memudahkan investasi di industri hilir, secara tidak langsung membantu memajukan smelter itu sendiri,” ungkap mantan Kepala Teknik Tambang di Amman saat masih benama PT Newmont Nusa Tenggara itu.

 

Demi meningkatkan skala keekonomian pabrik saat beroperasi nanti, Amman telah mengajukan permohonan insentif pajak kepada Pemerintah.

 

“Sangat marginal sekali ya tembaga ini, kita sudah sampaikan ke Pemerintah untuk memperbaiki keekonomian, insentif seperti tax holiday,” papar Rachmat.

 

Tantangan berikutnya, ialah soal pengolahan produk sampingan dari smelter, di antaranya slag dan asam sulfat. Jika keduanya tidak diolah dan dibiarkan sebagai limbah, maka akan menambah beban ongkos operasional smelter. Untuk mengatasi kendala tersebut, Amman terus membuka peluang kerjasama dengan pihak lain, yakni pabrik yang bersedia menyerap slag dan asam sulfat.

 

By product, itu slag-nya nanti gimana dan asam sulfatnya, (kalau ada yang mengolah) itu bisa membantu memperbaiki keekonomian. Slag-nya itu dipakai untuk semen, sementara asam sulfatnya ke petrokimia,” bebernya.

 

Untuk diketahui, smelter Amman kini sedang dalam proses perancangan desain, diproyeksikan meningkat ke tahap konstruksi pada pertengahan tahun depan. Saat beroperasi nanti, kapasitas input pabrik mencapai 1,3 juta ton per tahun dalam bentuk konsentrat, dengan menghasilkan sekitar 300 ribu ton katoda tembaga.

 

“Prosesnya berjalan sesuai rencana. Mulai operasinya bisa di tahun 2022, dan akhir 2023 kapasitas maksimumnya bisa dicapai,” tutup Rachmat.