Jakarta,TAMBANG, Untuk membantu meningkatkan produksi di lapangan migas yang tua, teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) menjadi pilihan. Ini membuat pasokan surfaktan EOR menjadi sangat penting. Kementrian ESDM melalui Badan Litbang ESDM kemudian memutuskan menjajaki kerja sama riset strategis dengan PT Petrokimia Gresik dan Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) – Institut Pertanian Bogor (IPB). Kerja sama ini dilakukan untuk pengembangan dan produksi surfaktan EOR.
“Kerja sama riset strategis ini diharapkan dapat segera dilakukan. Tim teknis akan segera membahasnya secara detil,” terang Kepala Badan Litbang ESDM Dadan Kusdiana saat menerima kunjungan perwakilan PT Petrokimia Gresik, Surfactan and Bioenergy Research Center – Institut Pertanian Bogor (SBRC IPB) dan Komunitas Migas Indonesia.
Koordinator Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Eksploitasi PPPTMGB “LEMIGAS”, Usman Pasarai menjelaskan PPPTMGB “LEMIGAS” telah lama mengembangkan surfaktan untuk EOR dalam upaya peningkatkan produksi lapangan minyak. Metode ini berfungsi menurunkan tegangan antar muka air-minyak. Minyak yang terperangkap di batuan dapat terlepas setelah didorong oleh larutan surfaktan yang memenuhi kriteria EOR. Ketika terlepas dari batuan dan membentuk mikroemulsi, minyak akan mudah diproduksi dan dipisahkan dari air saat di permukaan.
PPPTMGB “LEMIGAS” saat ini melakukan riset injeksi kemikal EOR untuk Lapangan Jirak milik Pertamina EP. Para peneliti KP3 Teknologi Eksploitasi terus melakukan uji kinerja kemikal EOR dalam peningkatan produksi minyak skala laboratorium, untuk memastikan implementasi EOR di lapangan berjalan baik. Di samping fasilitas sintesa surfaktan dan fasilitas uji EOR, PPPTMGB “LEMIGAS” juga memiliki labortaorium pendukung penelitian untuk keperluan analisa batuan, minyak, dan air formasi lapangan target.
Berdasarkan Indonesia’s Oil Proven Data (2015), cadangan minyak Indonesia yang potensial diambil menggunakan EOR mencapai 4,6 miliar STB (stock tank barrel). Oleh karena itu Usman optimis, implementasi metode EOR akan menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Salah satu kisah sukses keberhasilan metode EOR steamflood di lapangan minyak Duri, Provinsi Riau. Lapangan yang mulai beroperasi sejak 1954 ini pernah mengalami puncak produksi 65 MBOPD pada tahun 1964 dan setelah itu turun secara signifikan.
Setelah persiapan 18 tahun, Duri Steam Flood Project (DSF) sukses mengimplementasikan metode EOR untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sejak tahun 1985, produksinya meningkat cukup tajam dan mencapai puncak produksi 296 juta barel pada tahun 1995. Produksinya kemudian terus turun dan saat ini kurang dari 100 MBOPD.
Sementara itu Direktur Produksi PT Petrokimia Gresik, I Ketut Rusnaya menjelaskan, PT Petrokimia Gresik memiliki unit produksi asam sulfat dengan kapasitas 2 x 1.800 TPD, sebagai sumber gas SO3 untuk bahan baku surfaktan. Pihaknya telah bekerja sama dengan SBRC IPB terkait uji coba mini plant sebagai pabrik pembuatan surfaktan sejak Maret 2020. PT Petrokimia Gresik menyuplai gas SO3 dari pabrik Asam Sulfat dan membeli bahan baku methyl ester yang diproduksi SBRC IPB di Gunung Putri, Bogor. Rusnaya menargetkan pembangunan pabrik surfaktan skala besar dapat dibangun melalui sinergi bersama dengan Badan Litbang ESDM.
“Kerja sama ini dalam upaya diversifikasi produk dan peningkatan utilisasi unit asam sulfat”, sambung Rusnaya.
Hal ini didukung pakar Surfaktan dan Bioenergi, SBRC IPB, Erliza Hambali yang telah mengoperasikan mini plant surfaktan untuk EOR/IOR di Gunung Putri Bogor sejak tahun 2018/2019. Kapasitasnya 1- 3 ton/hari dan menghasilkan produk surfaktan dengan IFT <= 10-3 dyne/cm. Mini plant surfaktan ini membutuhkan kontinyuitas suplai gas SO3. Erliza berharap kerja sama ini dapat menghasilkan surfaktan yang diterima pasar.
Sementara itu, menurut Ketua Komunitas Migas Indonesia, Herry Putranto masih ada 1,3 miliar STB minyak dapat diperoleh dengan menggunakan metode EOR berdasarkan data SKK Migas. Sudah ada 37 lapangan minyak yang direncanakan akan dioptimalkan melalui EOR. Untuk memenuhi kegiatan tersebut, maka kebutuhan surfaktan EOR di Indonesia akan sangat besar dan pasarnya potensial untuk dikembangkan.
Pasar ekspor surfaktan EOR pun masih terbuka lebar, karena tidak banyak produsen surfaktan EOR dunia. Produsen kimia surfaktan EOR terkemuka di dunia saat ini masih terbatas, setidaknya ada enam perusahaan besar di antaranya Sasol, Solvay, dan Shell. Penyedia jasa laboratorium di luar negeri pun belum banyak, baru delapan perusahaan yang menggeluti. Herry mengharapkan PPPTMGB “LEMIGAS” juga memanfaatkan peluang ini.