Jakarta, TAMBANG – PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) memastikan berhenti impor bahan baku alumina dari Australia pada tahun 2021 mendatang. Selanjutnya, kKebutuhan untuk memproduksi alumunium ingot akan diperoleh dari smelter di Mempawah, Kalimantan Barat.
Saat ini, proyek pengolahan dan pemurnian yang bernama Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah masih dalam tahap rencana. Konstruksi proyek SGAR itu dilakukan dalam dua tahap dengan total kapasitas produksi dua juta metrik ton alumina per tahun.
Peletakan batu pertama untuk pabrik pemurnian tahap satu dengan kapasitas satu juta metrik ton per tahun, rencananya akan berlangsung pada kuartal IV tahun ini. Dan ditargetkan dapat mulai produksi pada tahun 2021 mendatang.
“Kalau nanti sudah produksi, (kebutuhan bahan baku alumina) ketutup dari situ,” kata Head of Corporate Communication Inalum, Rendi Witular kepada tambang.co.id, Kamis, (18/10).
Ia juga menegaskan, sejauh ini kapasitas produksi Inalum mencapai 250 ribu metrik ton aluminium ingot per tahun. Dari sisi bahan baku, kapasitas tersebut membutuhkan pasokan alumina sekitar 500 ribu metrik ton.
“Kebutuhan bahan baku alumina saat ini sekitar 500 ribu metrik ton per tahun, impor dari Australia dengan nilai USD600 juta,” sambung Rendi.
Untuk diketahui, proyek SGAR itu dipercayakan oleh Inalum kepada PT Aneka Tambang (Antam), dan produsen alumunium kenamaan asal China, Aluminum Corporation of China Ltd (Chalco).
Melalui PT Borneo Alumina Indonesia, ketiga perusahaan tersebut bekerja sama untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama pembuatan aluminium ingot.
Inalum sendiri merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia. Dari kerjasama itu, Inalum akan menyerap sebagian besar bahan baku alumina dari smelter di Mempawah.
Sebagai informasi, kerjasama ketiga perusahaan itu tertuang dalam penandatanganan kesepakatan pada agenda Indonesia Investing Forum 2018, IMF-World Bank Annual Meetings 2018 di Nusa Dua, Bali, yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Penandatangan dilakukan oleh Direktur Pelaksana Inalum, Oggy A. Kosasih dengan Presiden Direktur Chalco Hongkong, Li Wangxing.
Chalco merupakan produsen alumina terbesar pertama di China, dan menduduki urutan terbesar kedua di dunia. Ia dinilai mempunyai pengalaman teruji dalam menjalankan industri aluminium terintegrasi dari bauksit hingga ke produk hilir aluminium.
Selain itu, Chalco juga memiliki teknologi yang dianggap efisien dan mampu menekan biaya operasional yang rendah. Serta berpengalaman dalam mengoperasikan pabrik SGAR.