Jakarta-TAMBANG. Greenpeace Indonesia dan warga Batang, Jawa Tengah kembali meminta proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dihentikan. Pasalnya PLTU tersebut akan dibangun di atas lahan produktif yang ditakutkan mengganggu kehidupan ekonomi warga.
Hindun Mulaika, Ketua Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan proyek PLTU batu bara di Batang telah tertunda selama empat tahun akibat penolakan dari warga yang tinggal di sekitar area yang diusulkan untuk pembangunan PLTU batu bara. Warga keberatan karena listrik tenaga batubara itu dibagun di wilayah pertanian produktif untuk petani dan wilayah kaya tangkap ikan bagi nelayan.
“Proyek PLTU Batang telah gagal memenuhi tenggat waktu sebanyak empat kali berturut-turut. Yaitu pada 6 Oktober 2012, 6 Oktober 2013, 6 Oktober 2014, juga 6 Oktober 2015,” ujar Hindun melalui keterangan tertulis, Jumat (19/2).
Hindun menuturkan, hingga saat ini, para pemilik lahan masih menolak untuk menjual lahan tersebut. Dari total lahan seluas 226 hektar masih ada 19,8 hektar yang masih tersandung pembebasan lahan, 10 hektar dipagari seng.
Beberapa waktu lalu, ujar Hindun, perwakilan warga Batang dan Greenpeace melakukan aksi damai di depan kantor PT Adaro Energy Tbk, di Kuningan, Jakarta Selatan.
Saat melakukan aksi, lanjut Hindun, aksi puluhan warga Batang dihalangi dan dibubarkan keamanan. Hingga berita ini diturunkan manajemen Adaro belum memberi tanggapan terhadap aksi tersebut.
Berdasarkan perhitungan Greenpeace, jika PLTU Batang tetap dibangun, emisi udara dihasilkan bisa meningkatkan risiko 2.100 kematian dini per tahun.
“Bisa berdampak negatif kepada kesehatan warga seperti ISPA, penyakit paru-paru, bahkan risiko peningkatan kanker. Emisi sangat berbahaya. Ditambah regulasi Indonesia sangat lemah mengatur soal itu,” katanya.
Seperti diketahui, PT Adaro memegang saham terbesar atau sebanyak 34% dari PT Bhimasena Power Indonesia, perusahaan konsorsium dalam proyek ini.