Jakarta-TAMBANG. Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai ketentuan larangan ekspor bahan baku tambang (raw material) dalam UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) tidak bertentangan dengan konstitusi.
“Norma Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba belum selesai karena masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah,” kata Yusril kemarin di MK.
Menurutnya materi kedua pasal materi tidak bisa langsung dikatakan bertentangan konstitusi atau tidak karena pengaturan secara teknis dalam aturan yang lebih rendah. Kalau ada norma undang-undang yang dinilai multitafsir, tetapi ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan seterusnya.
Menurut dia, kedua norma itu memang sengaja dirumuskan seperti itu agar pemerintah lebih mudah mengaturnya secara lebih lentur ke dalam peraturan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah diubah tanpa perlu mengubah UU Minerba.
Sementara itu pakar hukum Internasional, Hikmahanto Juana, mengatakan, larangan ekspor bahan mentah tambang ini justru amanah rakyat. “Bagi rakyat Indonesia sudah tidak mau lagi bila kandungan dalam tanah air sekedar diekspor tanpa ada nilai tambah,” kata Hikmahanto.
Hikmahanto juga berharap Indonesia jangan mengulang pengalaman salah di sektor minyak dan gas bumi. Minyak Indonesia tidak dimurnikan di Indonesia. Indonesia justru harus menjual ke luar negeri, di luar negeri setelah disuling baru dibeli Indonesia. Tentu ini akan mempengaruhi harga
Untuk itu, pemerintah harus didukung menerapkan larangan impor bahan baku mentah yang diimplemantasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba.
“Dalam jangka pendek para pelaku usaha tentu akan dirugikan. Kerugian pelaku usaha merupakan collateral damage yang seharusnya menganggu visi dan fokus pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat dalam Pasal 33 UUD 1945 yang diinterpretasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba,” kata Hikmahanto.