JAKARTA, TAMBANG – PT Adaro Energy Indonesia Tbk baru saja menyampaikan hasil kinerja perseroan selama tahun 2021 atau kuartal IV. Dalam laporannya dijelaskan bahwa Adaro hanya mampu memproduksi batubara sebesar 52,7 juta ton dalam satu tahun.
“PT Adaro Energy Indonesia Tbk mencatat volume produksi batu bara 52,70 juta ton pada tahun 2021, sesuai target produksi yang ditetapkan 52-54 juta ton,” kata Sekretaris Perusahaan, Mahardika Putranto, dikutip dari keterbukaan informasi, Kamis (24/2).
Kendati memenuhi target, capaian perusahaan kali ini justru menurun 3 persen jika dibandingkan dengan produksi tahun 2020 yang berhasil memproduksi batubara hingga 54,53 juta ton. Hal ini diakibatkan faktor cuaca yang tidak stabil sehingga mempengaruhi aktivitas pengupasan lapisan tanah penutup.
“Nisbah kupas tahun 2021 mencapai 4,15x, di bawah target yang ditetapkan 4,80x, akibat faktor cuaca yang kurang mendukung di sepanjang tahun, yang mempengaruhi aktivitas pengupasan lapisan penutup,” paparnya.
Penurunan juga terjadi pada aspek penjualan di mana selama tahun 2021 volume penjualan batubara mencapai 51,58 juta ton. Angka ini turun 5 persen dari penjualan tahun 2020 yang mencapai 54,14 juta ton.
Dia lalu menuturkan bahwa kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi wilayah tujuan ekspor paling banyak ketimbang negara lain dengan porsi 20 persen. Sementara negara Tiongkok hanya mengimpor sebesar 19 persen selama tahun 2021.
“Wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur menduduki posisi tertinggi untuk destinasi ekspor AEI, yang masing-masing mengambil porsi 20%. China meliputi 19% penjualan AEI di periode ini, sejalan dengan peningkatan permintaan negara tersebut terhadap batu bara Indonesia,” paparnya.
Di pasar China, kata dia, persediaan yang sangat rendah menimbulkan kekuatiran akan krisis energi di awal kuartal ini, sehingga menyebabkan minat China terhadap batu bara impor naik signifikan.
“Intervensi pemerintah China yang kemudian diberlakukan menurunkan harga domestik, juga permintaan terhadap impor,” ungkapnya.
Sementara itu, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan meningkatkan impor batubara Australia karena China terus menerapkan larangan terhadap batubara Australia.