Jakarta-TAMBANG. Pemerintah mencatat realisasi investasi di sektor energi baru terbarukan pada tiga bulan pertama 2016 ini sebesar US$320 juta. Angka ini mencapai 23,7% dari target investasi tahun ini US$1,37 miliar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menuturkan, untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, pemerintah memang mengucurkan dana dari APBN. Namun, APBN ini hanya berperan sebagai pendongkrak investasi dari pihak swasta.
“Tahun ini kami ada target investasi US$1,37 miliar. Sampai triwulan-I, sudah terealisasi US$320 juta,” kata dia dalam acara Media Gathering di Kantor Ditjen EBTKE, akhir pekan lalu.
Capaian investasi tersebut dengan rincian di sektor pengembangan panas bumi sebesar US$73 juta atau 7,6% dari target US$960 juta. Kemudian investasi di sektor aneka energi baru terbarukan seperti surya, angin, dan air sebesar US$2,4 juta setara dengan 2,4% dari target US$100 juta. Terakhir, investasi di sektor bioenergi mencapai US$250 juta atau mencapai 80,65% dari target US$310 juta.
Rida menambahkan, pihaknya akan terus menggenjot investasi sektor energi baru terbarukan. Salah satunya yakni dengan menyelesaikan peraturan soal feed in tariff (FIT) energi baru terbarukan. Pihaknya kini sedang menyusun peraturan pengganti Peraturan Menteri ESDM 17/2013 soal harga listrik PLTS, perbaikan harga listrik pembangkit biomass dan biogas, dan peraturan turunan dari Undang-Undang Panas Bumi.
“Peraturan soal PLTP ditargetkan selesai Juni, harga listrik PLTS dengan skema IPP dan PLTS rooftop pada Mei, kemudian harga listrik PLTB, pembangkit biogas dan biomass pada April ini,” katanya.
Dalam menyusun harga listrik yang paling sesuai, lanjut dia, pemerintah mendapat dukungan dari lembaga konsultan internasional. Meski demikian, harga listrik ditetapkan oleh pemerintah, tidak ada ikut campur dari lembaga-lembaga tersebut. “Untuk harga disusun dengan mempertimbangkan kemampuan PLN,” tambah Rida.
Selain perbaikan harga listrik, lanjutnya, pemerintah juga akan terus mempermudah perizinan investasi di sektor energi baru terbarukan. Dalam waktu dekat, pihaknya menargetkan bakal ada enam izin lagi yang akan dilimpahkan ke Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM).
Disisi lain, Rida juga menuturkan pihkanya terus berupaya melakukan Perbaikan regulasi dan pelayanan perizinan terus dilakukan mengingat potensi investasi energi baru terbarukan pasca perbaikan FIT tercatat cukup besar. “Yang sudah berkomitmen untuk investasi itu mencapai Rp40,62 triliun, tetapi ini baru terwujud infrastrukturnya dalam 6 hingga 7 tahun mendatang,” kata Rida. Jika terealisasi, komitmen investasi ini bisa menambahkan kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan minimal 1.358,67 megawatt (MW).
Kendati demikian, tambahnya, komitmen investasi ini masih sulit direalisasikan. Pasalnya, potensi investasi ini hanya menghitung jumlah proposal pengembangan energi baru terbarukan yang diajukan oleh pengusaha kepada pemerintah. Sementara proyek yang diajukan sendiri belum memperoleh perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan PT PLN (Persero).
“Diantaranya, untuk pembangkit sampah kota, hanya di Surabaya yang jalan. Kemudian untuk biogas sudah ada enam proposal, air ada 119 proposal, dan jenis pembangkit lainnya,” ujar Rida.
Dalam potensi investasi Rp40,62 triliun tersebut juga terdapat proyek PLTP untuk 31 wilayah kerja panas bumi (WKP). Tahun ini, tambahnya, pemerintah akan melelang delapan WKP dengan total kapasitas 510 MW, serta memberikan penugasan kepada BUMN untuk dua WKP. “Jadi listriknya juga tidak tahun ini, penunjukkan pengelola WKP yang bisa tahun ini. Jadi listrik baru 6-7 tahun ke depan,” tutur dia.
Pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia masih terbilang sangat minim. Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan hingga 866 ribu MW. Namun sampai sekarang, pemanfaatan energi baru terbarukan hanya mencapai 8.569,18 MW atau hanya 1% dari potensi yang ada.
“Kami akan terus berupaya meningkatkan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi primer mencapai 16 persen pada 2019. Sehingga, pemanfaatan energi baru terbarukan harus ditingkatkan menjadi 18.600 MW pada tahun tersebut atau naik hingga lebih dari 200 persen dari posisi saat ini,” tutupnya.