Jakarta,TAMBANG, Kebutuhan baja Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun demikian ada kendala yang dihadapi selama ini yakni utilitas industri baja nasional yang masih rendah, yakni sekitar 57 persen. Padahal tingkat utilisasi yang ideal untuk industri yang menguntungkan dan berkelanjutan di atas 80 persen. Hal ini disampaikan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Konservasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Donny Simorangkir dalam diskusi terkait bijih besi.
Sebagai pembicara dalam diskusi Grand Strategy Komoditas Minerba ke-2 yang diadakan Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (Prometindo), Donny menjelaskan tentang komoditi bijih besi. “Guna meningkatkan utilisasi, sebaiknya impor dibatasi untuk mengurangi defisit dan tingkat konsumsi. Ditambah harga dari luar negeri yang cuku bersaing, menjadi sulit bagi kita untuk tidak impor,” ungkap Donny pada Kamis, (4/11).
Pada 2020, produksi baja Indonesia sekitar 13 juta ton sedangkan kebutuhan baja mencapai 15 juta ton. Selisih kebutuhan ini dipenuhi oleh impor sebanyak 2 juta ton.
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas besi tidak saja terletak pada industri hilir seperti dalam pembuatan baja. Sisi hulu juga masih menjadi tantangan. Sumber daya dan cadangan pasir besi di Indonesia belum terukur dengan optimal.
“Sisi lainnya dalam pengolahan bijih besi menjadi produk antara. Di Indonesia, masih sedikit industri yang mengolah komoditas bijih besi. Ini juga menjadi tantangan tersendiri, mulai dari sumber daya manusia maupun teknologi dan investasi,” tambah Donny.
Selain masih mengimpor produk baja siap pakai, Indonesia juga masih mengimpor besi daur ulang atau scrap besi dengan harga mencapai USD 860 juta pada 2019. Ke depan kebutuhan scrap besi akan terus ada, sebab besi baja dapat didaur ulang berkali-kali tanpa mengurangi kualitas. Keuntungan lainnya, energi yang dibutuhkan setengah dari kebutuhan energi untuk membuat besi dari bahan baku primer.
Dalam diskusi ini, semua panelis yang terdiri dari para praktisi mendorong agar industri hulu komoditas bijih besi dapat dioptimalkan. Komisaris Independen PT Vale Indonesia Tbk, R Sukhyar mengatakan industri hulu bijih besi juga pelu mendapat perhatian. “Kita perlu mengetahui berapa banyak IUP bijih besi di Indonesia yang sudah berproduksi dan kemana produk itu dipasarakan,”tandasnya.
Senada dengan Sukhyar, Robby Irfan Rafianto selaku Head of Exploration Harita Group juga menekankan pentingnya pengukuran sumber daya dan cadangan komoditas bijih besi. Robby berharap industri hulu bijih besi dapat berkembang dan mendukung industri hilirnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Produksi PT Krakatau Steel, Djoko Mulyono mendorong optimalisasi penggunaan baja dalam negeri. Menurut Djoko, peningkatan utilisasi sangat diperlukan guna mendorong perkembangan Industri baja nasional.
Tantangan terbesar yang harus diatasi dari sisi hulu menurutnya dengan memperbanyak cadangan scattered (yang berserakan-red) untuk memproduksi skala ekonomi dari tempat yang sulit, apalagi untuk pasokan skala industri baja eksisting.