JAKARTA, TAMBANG. Kapal TB Brahma 12 yang mengangkut batu bara dibajak kelompok jaringan Abu Sayyaf di Filipina. Kapal itu bertolak dari Banjarmasin menuju ke kota Batangas, Filipina, berlayar sejak 15 Maret 2016 lalu.
Sebagaimana dilaporkan harian Tribun Timur, kapal itu membawa 10 kru, tiga di antaranya merupakan warga Sulawesi Selatan. Kapal ini dibajak sejak Sabtu, 26 Maret 2016.
Nahkoda kapal TB Brahma, Peter Tonsen Barahama, Senin malam lalu menghubungi pemilik kapal ini, PT Patria Maritime Line cabang Banjarmasin, mengabarkan mereka diculik, dan para penculik meminta tebusan. Besarnya tebusan 50 juta peso, sekitar Rp 14,2 miliar.
Koran Filipina, The Inquirer hari ini menulis, para penculik itu berasal dari kelompok Abu Sayyaf, kelompok pemberontak di Filipina, dan mengatasnamakan Islam.
Nama yang diculik adalah sebagai berikut: Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, dan Wendi Raknadian.
Ketika dibajak, kapal itu tengah melintas. di dekat Pulau Tambulian, ketika tiba-tiba segerombol orang bersenjata memaksa naik ke atas tongkang. Kata Mayor Jenderal Demy Tejares, Wakil Komandan Satuan Tugas Zamboanga, Basilan, Sulu, dan Tawi-Tawi, gerombolan itu dipimpin dua bersaudara, Nickson dan Brown Muktadil. Keduanya dari kelompok Abu Sayyaf Divisi Alhabsy Misaya.
Dengan kapal kecil, Nickson dan Brown menarik tongkang itu ke daratan. Tongkang itu telah ditemukan di pantai desa Tubig Dakula, kota Languyan.
Wakil Gubernur Provinsi Sulu, Abdusakur Tan menyayangkan terjadinya penculikan itu. ‘’Mengapa orang asing yang melintas di perairan kita, kok begitu mudah diculik. Padahal pasukan kita sudah dilengkapi dengan alat monitoring yang canggih,’’ katanya.
‘’Tentara dan polisi harus menjelaskan, mengapa penculikan terjadi lagi di negara kita,’’ lanjut Abdusakur.
Kapal yang mengangkut 7.000 ton batu bara itu masih di bawah kendali para pembajak
Di video yang diunggah ke halaman Facebook yang tersambung ke kelompok Abu Sayyaf, terungkap bahwa para sandera akan dibunuh bila hingga 8 April tebusan belum dikirimkan.
Di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, ia bekerjasama dengan otoritas Filipina untuk mengoordinasikan penyelamatan. ‘’Prioritas kami adalah keselamatan awak kapal,’’ katanya.