INDONESIA di era awal kemerdekaan bisa diibaratkan sebagai negeri yang bermodal semangat dan retorika. Pada tahun 1951, pendapatan per kapita orang Indonesia sebanyak 28,3 gulden. Lebih rendah dibanding pendapatan per kapita pada masa malaise Hindia-Belanda (1930), yaitu sebesar 30 gulden.
Dalam situasi itulah pada 1953-1958, tiga perusahaan timah milik Belanda di wilayah Bangka dan Belitung, dinasionalisasi. Perusahaan timah Belanda itu adalah BUMN Banka Tin Winning Bedrijf (BTW, atau Perusahaan Pertambangan Timah Bangka).
Dua perusahaan lainnya adalah Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB, Perusahaan Pertambangan Umum Belitung), dan NV Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM, atau Perusahaan Eksploitasi Timah Singkep). Ketiganya, beroperasi di Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur.
Setelah nasionalisasi, Banka Tin berubah menjadi PN Tambang Timah Bangka. GMB berubah menjadi PN Tambang Timah Belitung. Adapun SITEM berubah menjadi PNTambang Timah Singkep. Nasionalisasi itu mengakhiri kehadiran perusahaan Belanda, yang telah beroperasi selama seabad.
Adalah buku “De EerstenJaren der Billiton –Onderneming (Tahun-tahun awal perusahaan di Belitung) karya John F. Loudon yang diterbitkan pada 1986, mengungkapkan, semula Kesultanan Palembang menutup rapat keberadaan potensi timah. Mereka tak ingin orang Eropa ikut memainkan timah.
John F. Loudon mengungkapkan, rombongan tim ekspedisi utusan pemerintah Belanda yang mendatangi pulau ini, diantaranya Baron Van Tuyl, Corneelis de Groot Huguenin, plus Loudun sendiri. Informasi mengenai keberadaan sumber daya timah sulit didapatkan.
Terlebih pada 12 Maret 1851, pihaknya menerima secarik kertas hasil penelitian Dr. Croockweit dan tim yang pada 14 Oktober 1850 menyatakan bahwa, Pulau Belitung tidak memiliki cadangan timah.
Keyakinan adanya potensi timah didapat Baron van Tuyl berdasar keterangan koleganya, bahwa di Museum Batavia tersimpan sepotong timah dari Pulau Belitung. Informasi itu diperkuat seorang pensiunan kapten bernama Kuhn, yang bertugas di Pulau Belitung tahun 1824-1826.
Kapten Kuhn mengatakan, ia pernah memeriksa saudagar China. Kuhn melihat bekas penggalian timah dan peleburannya, juga menemukan timah murni. Lokasinya di barat daya Pulau Belitung.
Pada 27 Juni 1851, John F. Loudon, Baron van Tuyl dan tim, melakukan penelitian tentang kandungan timah dengan menjelajah hampir seluruh pelosok Pulau Belitung. Kesimpulannya, hampir seluruh Pulau Belitung memiliki kandungan biji timah.
Hingga kemudian berdirilah Banka Tin Winning Bedrijf, Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij. Selama seabad, kekayaan Pulau Bangka, Belitung dan Singkep mengalir ke Belanda.
(Sumber : Majalah TAMBANG Edisi 86, Agustus 2012)