Jakarta-TAMBANG. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar diskusi guna membahas revisi Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba) bersama para ahli dan pelaku usaha pertambangan. Revisi UU tersebut merupakan tindak lanjut dari usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) program legislasi nasional (Proglenas) 2015.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan UU No. 4 tahun 2009 perlu direvisi lantaran dianggap masih banyak hambatan dari hal yang terkandung di dalamnya. Menurutnya ada tiga hal pokok mengapa UU itu harus direvisi. Pertama, karena adanya UU no 23 tahun 2014 tentang kewenangan pemerintahan daerah yang dinilai masih bertabrakan dengan kewenangan pemerintah pusat. Kedua, UU Minerba tersebut belum sempurna.
“Dari awal disahkanya UU Minerba sering sekali dilakukan revisi artinya memang masih butuh penyempurnaan,” kata Sudirman di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Jakarta, Selasa (16/2).
Dan ketiga, lanjutnya, Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014 yang terkandung di dalam UU Minerba terkait kewajiban pembangunan smelter dalam waktu tiga tahun juga perlu direvisi. Pasalnya dengan kondisi harga komoditas yang anjlok banyak perusahaan tambang yang merasa kesulitan memenuhi persyaratan tersebut.
“Bersamaan dengan munculnya UU tersebut, harga mineral jatuh. Banyak sekali perusahaan pertambangan yang jatuh, kesulitan keuangan. Jadi, dari segi waktu tiga tahun akan terealisasi atau tidak, tapi dari kemampuan keuangan pengusaha tambang juga memang berat,” tuturnya.
Pembahasan revisi UU Minerba itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan Komisi VII DPR dengan jajaran Ditjen Minerba pada awal Februari lalu. Komisi VII meminta Kementerian ESDM mendata permasalahan aturan yang bertentangan dengan UU Minerba. Saat ini penyusunan draf revisi UU Minerba masih dalam tahap penyusunan dan ditargerkan beres pada pertengahan 2016.