Jakarta-TAMBANG. Di awal tahun 2017, BUMN tambang timah PT Timah,Tbk mematok target laba bersih sebesar Rp.862 miliar. Angka ini jika dibanding tahun 2016 mengalami peningkatan 242%. Optmisme manajamen PT Timah memasang target yang tinggi ditopang oleh setidaknya tiga hal yakni peningkatan volume produksi dan penjualan, kenaikan harga dan efisiensi yang terus dilakukan.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Sutrisno S Tatetdagat mengatakan ketiga hal itulah yang membuat manajemen optimis akan membukukan kenaikan laba bersih tahun ini. Dari sisi produksi, di tahun 2017 PT Timah menargetkan volume produksi bijih timah sebesar 35.100 ton dan produksi logam timah sebesar 35.550 ton.
Sementara volume penjualan ditargetkan sebesar 35.550 metrik ton atau naik 33,3% dibanding realisasi penjualan 2016 sebesar 26.670 metrik ton.
Sementara dari sisi harga Sutrisno mengakui tren harga timah di tahun ini bakal menguat. Ini ditopang oleh permintaan yang masih tinggi. Setelah di akhir tahun sempat menguat hingga menyentuh angka US$21,100 per metrik ton, saat ini harga timah di London Metal Exchange (LME) ada di level US$19.00 per metrik ton.
Jika dibanding dengan harga timah dipenutupan tahun 2015 sangat rendah. Saat itu harga timah ada di angka US$14,600 per metrik ton.
Menurut Sutrisno kenaikan harga timah tahun ini antara lain dipicu produksi dan persediaan timah dunia yang menurun sementara permintaan tetap tinggi. Penurunan persedian timah terjadi sebagai imbas aksi penyelamatan lingkungan, sehingga industri timah memangkas produksi seperti yang terjadi di China dan Indonesia.
Ini terlihat dari stok timah di akhir 2016 sebesar turun dari kondisi stok tahun 2015 sebesar 6.140 ton menjadi hanya 3.746 ton.
Jika dilihat dari berbagai analisis yang dilakukan kenaikan permintaan timah ini ditopang oleh pertumbuhan industri elektronik, manufkatur dan produk kimia. Sementara negara dengan konsumsi timah terbesar saat ini adalah Cina, Taiwan, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Faktor ketiga yang juga tidak kalah penting adalah efisiensi. Manajamen menurut Sutrisno tetap mendorong dilakukan efisiensi. “Seperti tahun tahun sebelumnya efisiensi masih tetap dilakukan yang diantaranya bisa menekan biaya produksi,”terangnya.
Dengan ketiga faktor itulah PT Timah mengaku optimis mematok target laba bersih sebesar itu. “Saya kira ketiga hal itulah yang membuat PT Timah optimis akan mencapai target kenaikan laba bersih. Produksi dan penjualan meningkat, harga naik dan kemudian efisiensi dilakukan,”tandasnya lagi.
Sementara terkait nilai tambah, Sutrisno yang ditemui di kantornya mengatakan tantangan terbesar dari hilirisasi logam timah adalah konsumsi dalam negeri atas produk pemurnian timah masih sangat minim.
“Saat ini logam timah lebih dari 90% persen diekspor dan hanya sedikit yang diserap di pasar domestik. Ini yang membuat nilai tambah yang diperoleh pun kecil. Berbeda jika logam timah diolah dalam negeri menjadi solder dan lainnya maka nilai tambah yang dihasilkan bakal lebih besar,”terang Sutrisno.
Logam timah yang diproduksi PT Timah,Tbk selama ini diolah menjadi solder, tin chemical dan food caning. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan mengimpor dari Cina.
Namun ketika berbicara tentang pembangunan pabrik pengolahan logam timah, investor akan melihat insentif apa yang diberikan Pemerintah. Tanpa insentif maka kegiatan mengolah logam timah menjadi kurang menarik.