Beranda Tambang Today Umum Tidak Punya Legalitas, PETI Harus Ditertibkan

Tidak Punya Legalitas, PETI Harus Ditertibkan

Anggota Komisi VII DPR RI saat mengunjungi lokasi tambang Busa, Bakan

Jakarta, TAMBANG, Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara tengah melakukan penertiban tambang illegal Busa, Desa Bakan. Aparat penegak hukum terus melakukan pendekatan persuasif pada para penambang agar segera meninggalkan lokasi tersebut.

 

Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menegaskan kehadiran PETI tidak dapat dibenarkan. Selain tidak punya legalitas, PETI memiliki dampak buruk dalam beberapa hal. Mulai dari aspek lingkungan yang tidak diperhatikan, bahkan cenderung merusak tanpa penanganan seperti reklamasi dan rehabilitasi. Juga penggunaan bahan kimia berbahaya yang tidak terkontrol.

 

Lalu aspek keselamatan dan kesehatan kerja terabaikan karena mereka bekerja tanpa kaidah keselamatan dan keamanan yang baik. “Kemudian negara akan kehilangan pemasukan karena tidak ada pemenuhan kewajiban seperti pajak, restribusi dan lainnya. Dan masyarakat sekitar akan lebih terdampak negatif karena kerusakan lingkungan yang tidak terkontrol, pengembangan masyarakat yang tidak jalan,”tandasnya.

 

Tidak hanya itu, maraknya PETI juga akan menjadi persoalan bagi pemegang ijin (IUP/ KK) resmi. Operasional perusahaan akan terganggu termasuk kegiatan eksplorasi. “Juga bagi investor baru, akan berpikir ulang untuk masuk ke area yang sudah ada PETI-nya, karena berbagai masalah yang mungkin akan dihadapi. Artinya investasi pertambangan akan cenderung menurun karena adanya PETI,”kata Sukmandaru.

 

Oleh karenanya Ia mendorong penegakan hukum dan penertiban PETI dilakukan secara serius. “IPR mungkin bisa menjadi salah satu jalan keluar, tetapi pelaksanaannya harus sangat ketat dikontrol oleh instansi yang berkompeten. Tanpa penanganan ketat maka dikawatirkan IPR (hanya) akan menjadi legalisasi PETI,”pungkasnya.

 

Dalam nada yang hampir sama, Pengamat Hukum Pertambangan Eva Armila Djauhari dari Armila& Arko menyebutkan aktivitas penambangan illegal merupakan kegiatan melanggar hukum. Bahkan UU Minerba dengan jelas mengatur sanksi termasuk pidana atas kegiatan pertambangan tanpa izin.

 

“Untuk itu penegakan hukum yang tegas, tanpa diskriminatif serta kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan,”tandas Eva.

 

Eva juga mengingatkan penanganan PETI harus dilakukan secara komprehensif. Dilihat apa penyebab maraknya kegiatan tersebut, modusnya, peredarannya, rantainya, sehingga solusi permanen atas permasalahan ini dapat dirumuskan dengan tepat.

 

“Penertiban PETI bukan hanya soal penegak hukum saja, tetapi juga upaya bersama dalam menjaga sumber daya alam kita. Tentunya kesadaran akan pentingnya sustainable development, komitmen serta kerjasama antara masyarakat, pemerintah baik pusat maupun daerah serta penegak hukum menentukan keberhasilan penertiban PETI,”ujarnya lagi.

 

Sementara Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (PERHAPI) Rizal Kasli mengapresiasi langkah tersebut. Selama ini menurutnya penertiban tambang ilegal tidak berjalan. “Tidak ada instansi yang fokus mencari jalan keluar dari pengelolaan tambang ilegal ini. Seharusnya ada koordinasi yang bagus diantara instansi pemerintah untuk menegakkan aturan-aturan tentang pertambangan tersebut,”kata Rizal.

 

Ia mendukung langkah penertiban karena di tambang ilegal tidak ada good mining practice.  Kaidah-kaidah pertambangan yang baik tidak diterapkan. Mulai dari perizinan, jelas bahwa izinnya tidak ada. Eksplorasi, konservasi, keselamatan kerja dan lingkungan tidak dijalankan. Belum lagi bicara soal pasca tambang.

 

“Itu langkah positif dan harus konsisten dan menyeluruh. Jangan hanya dilakukan pada saat ada kecelakaan atau ketika disorot publik,”tandasnya.

 

Tambang ilegal Busa di Desa Bakan dalam beberapa tahun telah memakan korban jiwa. Di tahun 2017 misalnya terjadi fatality dengan 6 orang penambang meninggal dunia. Kemudian di awal tahun 2019 kembali terjadi kecelatan tambang yang menyebabkan puluhan orang tertimbun dan dinyatakan meninggal.

 

Hal ini menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow mengeluarkan surat edaran pada 17 Juni. Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow tersebut, penambang diminta mengosongkan lokasi paling lambat 7 hari setelah surat ditertibkan.